Langsung ke konten utama

KPPS

Sebuah cerita baru yang dapat aku tuliskan lagi saat ini. Cerita tentang aku menjadi anggota KPPS. Sebenarnya cerita ini dimulai ketika aku ditunjuk sebagai calon anggota KPPS pada Desember tahun lalu secara mendadak. Aku dulu berpikir untuk menolaknya saja karena aku memiliki rencana lain yang menunggu untuk segera aku wujudkan. Tapi setelah aku memikirkannya kembali dengan ditambah gagalnya aku untuk berangkat ke Jogja, itu adalah sesuatu yang patut untuk dicoba. 

Aku mungkin akan menyebutnya nanti sebagai pengalaman pertama ketika aku sudah berhasil untuk menyelesaikan tugasku sebagai anggota KPPS ketika pemilu telah dilaksanakan tanggal 14 Februari nanti. Pengalaman pertama dalam "dunia kerja", "terjun di masyarakat" serta bekerja sama dengan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda denganku.

Kemarin pagi, tanggal 25 Januari aku telah dilantik menjadi anggota KPPS di halaman kantor kecamatan. Bersama dengan anggota KPPS lain se-kecamatan. Rasanya sudah lama sekali aku tidak berkumpul dengan banyak orang dalam suatu acara formal. Kurang lebih acara kemarin dihadiri oleh 2000 orang. Jumlah yang hampir sama ketika aku wisuda tahun lalu. Kemungkinan seperti itu. 

Apakah acara kemarin menyenangkan? Lumayan menyenangkan. Aku sendiri sudah beberapa hari tidak bertemu dengan sinar matahari secara langsung. Aku menikmati ketika apel berlangsung. Meskipun aku tidak dalam kondisi yang sangat sehat karena sedang pilek. Aku menyapa matahari secara langsung seakan-akan aku berkata, "Hai... Long time no see. Apa kabar? Aku merindukanmu." Di saat anggota KPPS lain satu per satu mulai mundur karena tidak kuat dengan sinar matahari, aku tetap semangat dan tersenyum kepadanya. Darah rendahku tidak menjadi penghalang untuk diriku "berjemur" ketika apel berlangsung. Aku mendengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh panitia acara. 

Ada satu hal yang aku garis bawahi ketika aku mendengarkan sebuah sambutan, tentang kebutuhan logistik pemilu. Ketika undangan dikirimkan di grup, terdapat instruksi penanaman pohon menandai pemilu 2024 dengan ketentuan satu TPS membawa satu bibit pohon untuk ditanam. Penanaman bibit pohon ini dimaksudkan sebagai ganti puluhan hingga ratusan ribu pohon yang ditebang untuk pembuatan logistik pemilu. Perintah tersebut menurutku sangat bagus. Mengingat bahwa ada upaya yang dilakukan untuk mengganti apa yang telah diambil. Namun sayangnya, fakta di lapangan berkata lain. Pelaksanaannya tidak benar-benar seperti yang diharapkan. Penanaman bibit pohon hanya untuk "dokumentasi" dan bukan yang sebenarnya. Itu yang aku lihat dari desaku. Penanaman pohon hanya sebagai "formalitas" dan lebih mementingkan dokumentasi saja jika dibandingkan dengan maksud dan tujuan diperintahkannya hal tersebut. Aku tidak memukul rata jika di desa lain juga seperti itu. Aku akan sangat bahagia jika penanaman bibit pohon berjalan sebagaimana mestinya. Bukan hanya untuk sekadar foto saja.

Tugasku menjadi anggota KPPS masih berlanjut. Dan mungkin aku akan melanjutkan ceritaku ini di kemudian hari.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

Hamba Tak Tahu Diri

Engkau bukan Malaikat juga bukan Nabi Engkau bukan Ulama juga bukan wali Engkau adalah hamba yang tak tahu diri Tak punya rasa malu sedikit pun kepada Ilahi Engkau menuntut begitu dan begini Ingin semua harapanmu terjadi Sesuai dengan apa yang kau prediksi Jika punya kehendak sesuatu, doamu cepat sekali Giliran disuruh berbuat ma’ruf, seringnya kau ingkari Sholat sering kau nanti-nanti Lebih mengedepankan urusan duniawi Zakat juga sedekah kau bilang esok hari Menunggu dirimu kaya punya emas berlian tujuh peti Ketika kau diberi limpahan rezeki Kau bilang itu adalah hasil usahamu sendiri Ketika kau diberi kecerdasan yang mumpuni Kau bilang itu adalah hasil dari apa yang kau pelajari Sombongmu tiada henti Kebaikan Tuhan kau dustai Tiada sesuatu pun yang kau sesali Hari berganti hari Penyakit hati semakin menggerogoti Congkak, tamak, pamer, iri juga dengki Dan akhirnya hatimu sudah tak kuat menahan sakit itu lagi Bendera putih telah ber...

Tentang Ziggy

Ziggy? Siapa Ziggy? Ziggy siapa? Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, seorang penulis Indonesia yang telah menerbitkan banyak buku. Aku menulis Tentang Ziggy sebagai wadah baru untuk menuangkan apa yang ada di dalam otakku setelah membaca beberapa buku karyanya.  Mari kita mulai. Aku telah membaca Di Tanah Lada (2015), Jakarta Sebelum Pagi (2016), White Wedding (2016), dan yang baru saja selesai Semua Ikan Di Langit (2017). Dan keempatnya aku baca di iPusnas. Bagaimana pada mulanya aku bisa membaca novel karangannya? Aku lupa persis kapan. Tapi, berdasarkan ingatanku yang ternyata tidak sekuat yang aku bayangkan, aku mulai mengetahui namanya dari Twitter―sebelum berubah nama menjadi X. Banyak orang yang berkomentar dalam sebuah Tweet tentang buku yang membuat orang yang telah selesai membacanya merasa kosong, dan mereka menulis "Di Tanah Lada" atau "novel karya Ziggy". Di lain itu, pada waktu yang lain, banyak orang yang menyayangkan tentang berita yang menyatakan bah...