Aku sedang membaca sebuah novel romansa. Novel tersebut terdiri dibagi menjadi dua buku dan aku baru selesai membaca buku pertama. Novel tersebut secara ringkasnya berisi tentang kisah percintaan antara laki-laki dan perempuan. Buku pertama ini, 70% bercerita tentang awal mula kisah mereka mulai terjalin. Di mulai dari cerita tentang pertemuan, kedekatan, dan perasaan mereka satu sama lain. Konflik yang terjadi berfokus kepada dua orang tersebut. Pada 30% bagian di buku pertama ini, terjadi pernikahan dengan jalur "pemaksaan" yang memiliki kesan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain.
Pernikahan dilakukan dengan sebuah perjanjian antara dua belah pihak dengan jangka waktu 6 bulan (baca: nikah kontrak). Pernikahan tersebut juga dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan alasan bahwa sang perempuan adalah seorang "artis". Pihak perempuan dengan terpaksa menerima pernikahan tersebut karena berutang budi kepada kakek pihak laki-laki yang telah memberikan kesempatan bagi dirinya menjadi seorang penata musik. Perlu diketahui bahwa kakek dan cucu laki-lakinya tersebut pengusaha yang memiliki perusahaan penyiaran televisi sehingga menjadikan keduanya sebagai miliuner. Sedangkan pihak perempuan (sebelum diketahui identitas aslinya) hanyalah orang biasa yang tidak memiliki apa pun termasuk keluarga. Yang dimiliki hanya tekad yang kuat untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang penata musik.
Hubungan antara pihak laki-laki dan perempuan dalam pernikahan tersebut tidak dapat dikatakan berjalan dengan baikbaik. Bukan hubungan yang saling bergantung dan membutuhkan satu sama lain. Alasan laki-laki tersebut menikahinya adalah untuk mengulur waktu agar si perempuan tidak pergi ke Paris. Sebelum menikah, perempuan itu mencintai seorang laki-laki yang telah berjanji untuk menikahinya. Namun, laki-laki tersebut berada jauh dan tinggal di Paris sehingga tidak mudah bagi si perempuan untuk menemuinya. Dalam jangka waktu 6 bulan, si perempuan tidak diperbolehkan pergi ke Paris dan timbal baliknya, si laki-laki yang menikahinya tidak akan memaksanya berhubungan seks dengannya.
Aku tidak akan menceritakan konflik yang terjadi selanjutnya di antara mereka berdua dalam buku kedua. Aku hanya akan fokus membahas yang 30% terakhir isi buku pertama yang bercerita tentang hubungan keduanya dalam pernikahan. Ada bagian percakapan yang membuatku tertarik ketika perempuan tersebut bertanya kepada si laki-laki tentang kehidupan pernikahan.
"Temanku berkata bahwa kehidupan seksual itu penting dalam pernikahan. Apa itu benar?" tanya si perempuan.
Sang laki-laki menjawab, "aku belum pernah menikah sebelum denganmu tapi kurasa itu benar. Tapi kau harus tahu kalau kecantikan, ketampanan, dan hasrat...semua itu akan pudar. Perlu lebih dari sekedar hal-hal semacam itu untuk membuat pernikahan menjadi abadi."
Ia melanjutkan, "tapi tetap saja kau harus melewati fase ini dulu. Dan kau harus tahu kalau sebagian besar pria berotak lebih mesum dan liar dibanding wanita. Apa kau siap kawin cerai karena suamimu tidak puas?"
Dari percakapan sederhana itu membuatku berpikir, sepenting apakah hubungan seksual dalam sebuah pernikahan?
Berdasarkan novel-novel romansa yang telah aku baca (karena aku sendiri belum pernah merasakan kehidupan pernikahan), banyak orang "sangat menikmati" hubungan seksual yang mereka lakukan bersama pasangannya. Seperti banyak diceritakan orang-orang bahwa hubungan seksual adalah salah satu nikmat yang berasal dari surga. Ketika hasrat sudah berada di puncaknya, ia harus segera mendapatkan pemuasan dan pelepasan. Orang-orang yang melakukan hubungan seksual, dapat lupa dengan lingkungan sekitarnya.
Namun, ketika hubungan yang dilakukan telah selesai dan dua orang tersebut telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, ia dapat kembali seperti sedia kala seperti tidak terjadi "hubungan spesial" antara laki-laki dan perempuan. Mengapa bisa seperti itu?
Yang aku ceritakan dapat dimisalkan dengan seorang wanita tunasusila yang bekerja "melayani" dan "memuaskan" pelanggan-pelangganya. Apakah wanita-wanita tersebut dapat menikmati singkat (baca: hubungan seksual) yang terjadi? Apa tidak ada perasaan tertentu ketika menjalaninya? Setelah itu selesai, mereka dapat kembali ke dunianya masing-masing. Mungkin pertanyaannya yang kuajukan juga berlaku kepada pria yang menjadi langganannya.
Justru aku malah ingin menambahkan pertanyaan kepada para lelaki yang "hobi jajan" itu. Apakah kebutuhan akan hubungan seksual di dalam rumah tangga tidak memuaskannya sehingga ia memilih untuk melakukannya dengan wanita lain?
Melewati fase kecantikan, ketampanan, dan hasrat agar pernikahan menjadi abadi sepertinya terdengar sulit dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Apa yang terjadi pada diri perempuan ketika ia sudah dalam masa menopause? Apakah ada sesuatu yang berbeda? Aku setuju bahwa kecantikan, ketampanan, dan hasrat akan pudar.
Perlu lebih dari sekedar hal-hal semacam itu untuk membuat pernikahan menjadi abadi. Hal-hal semacam apa yang harus dicari dan didapatkan agar pernikahan dapat menjadi abadi?
Komentar
Posting Komentar