Hari ini aku telah menyelesaikan menonton 14 episode drama Korea yang telah aku tonton sejak dua hari yang lalu. Drama yang plot twist dengan banyak hal yang tak terduga terjadi. The Good Bad Mother.
Pada beberapa episode awal, Choi Kang-ho digambarkan sebagai seorang jaksa yang dingin dan tidak berperasaan. Ia tega memenjarakan orang yang tidak bersalah. Hal ini dikarenakan didikan keras yang diterimanya dari ibunya. Ibunya, Jin Young-soon menginginkan Kang-ho menjadi sosok yang kuat dan berkuasa, sehingga tidak ada yang bisa menindasnya. Jin Young-soon ingin anaknya dapat mengungkap siapa pihak yang bertanggungjawab atas kematian suaminya. Sejak kecil, Kang-ho dipaksa untuk terus-menerus belajar tanpa ada waktu yang terbuang sia-sia. Belajar, belajar dan belajar, itulah yang ia lakukan. Ibunya tidak segan-segan memarahi dan memukulnya jika ia tidak menurut apa kata ibunya.
Dari cerita Choi Kang-ho, aku sempat berpikir bahwa "anak" adalah "hasil percobaan" dari orang tua dan lingkungannya. Benarkah seperti itu? Sama dengan tokoh anak dalam film Miracle in Cell no. 7 yang bernama Kartika, keduanya menjadi jaksa dan pengacara ketika dewasa. Hal ini dikarenakan "ketidakadilan" yang diterimanya ketika mereka kecil sebagai orang yang "tidak memiliki kekuatan" untuk melawan orang yang memiliki kuasa. Tuntutan dari lingkungan membuatnya tumbuh menjadi seseorang yang diinginkan oleh lingkungannya. Meskipun sebenarnya mereka memiliki cita-cita bawaan yang harus diwujudkan, tapi mereka memilih untuk mengubur cita-citanya. Choi Kang-ho ingin menjadi seniman, sedangkan Kartika ingin menjadi dokter.
Kalau begitu, apakah sejak kecil seseorang telah memiliki bakat dan minatnya terhadap sesuatu?
.
Lanjut cerita yang lain.
Pagi tadi aku mendengar kabar yang kurang menggembirakan. Sebuah masalah yang menyangkut bapakku. Masalah yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan, ternyata terjadi juga. Siapa yang akan mengira? Tidak ada yang tahu masa depan. Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi. Kita bisa berencana dengan sebaik mungkin. Tentang hasil, belum tentu sesuai dengan yang kita inginkan. Kanaah itu sulit, ikhlas jauh lebih sulit. Tapi aku mencoba melihatnya dari sudut pandang yang lain.
Memang, masalah tersebut tidak membahagiakan sama sekali. Tunggu... Bisa saja itu membahagiakan orang lain. Contoh, pertengahan September, aku mengalami kecelakaan yang menyebabkan motorku rusak parah hingga akhirnya motor tersebut harus diangkut mobil bak terbuka. Aku sakit dan sedih. Tapi kesedihanku membawa rezeki untuk pengemudi mobil dan juga bengkel tempat memperbaiki motorku.
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa rezeki bisa datang dari mana saja. Dan aku percaya ungkapan tersebut. Konsep rezeki sudah diatur sedemikian rupa oleh Sang Maha Pembuat Hidup. Jika dipikirkan terlalu dalam, itu terlalu rumit. Rezeki bukan hanya dalam bentuk uang. Kesehatan, kebahagiaan, ketenteraman adalah beberapa contohnya.
Semua yang ada di dunia ini bersifat seimbang. Allah SWT menciptakannya secara berpasang-pasangan seperti yin dan yang. Baik & buruk, positif & negatif, suka & duka, dan lain sebagainya. Begitulah adanya. Tinggal kita mau melihatnya dari sudut pandang yang mana. Kejadian negatif pun bisa memiliki sisi positif dan hikmah yang dapat diambil dan dapat dijadikan pelajaran untuk ke depannya. Bukankah jika kita melihat sesuatu hanya dari sisi negatifnya, hasilnya pun akan selalu negatif? Mengapa kita tidak mencoba melihatnya dengan perspektif yang lain?
Komentar
Posting Komentar