Hari ini aku mulai membaca buku baru, The Psychology of Money karya Morgen Housel. Sebelumnya aku mengalami kebimbangan memilih di antara dua buku, mana yang harus aku baca terlebih dahulu. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku memutuskan untuk membaca buku self-improvement tentang keuangan terlebih dahulu ketimbang membaca buku yang lain (buku yang lain adalah sebuah novel).
Kesan awalku tentang buku The Psychology of Money buyar ketika aku baru saja melihat isinya. Aku pikir ukuran font tulisannya bakal kecil-kecil seperti buku pengembangan diri yang telah aku baca-bcaca sebelumnya. Ternyata tidak. Mungkin orang yang mengalami mata minus pun dapat membacanya tanpa menggunakan kaca mata. Berlanjut, aku pikir bukunya saling terkait dan harus dibaca berurutan dari awal hingga akhir buku. Tapi ternyata, dalam pengantar buku tersebut, penulis telah menjelaskan bahwa buku The Psychology of Money berisi 20 bab, yang masing-masing bab menjelaskan tentang apa yang penulisnya anggap terpenting dan paling kontraintuitif dalam psikologi uang. Bab-babnya mengelilingi satu tema umum, namun dapat berdiri sendiri dan boleh dibaca secara terpisah. Morgen Housel telah memperingatkan di akhir pengantar bahwa ia lebih menyukai 20 poin pendek yang selesai dibaca daripada satu buku panjang yang tidak selesai dibaca.
Mungkin di tulisan selanjutnya, aku bakal menceritakan buku tersebut.
Ketika aku baru membaca beberapa halaman awal, tiba-tiba aku terpikir sesuatu. Entah pikiran tersebut berasal dari mana, karena aku sedang berada dalam posisi fokus membaca dan mencermati isi bukunya.
Pikiran tersebut adalah... Bagaimana jika suatu saat nanti aku menderita suatu penyakit? Pikiran aneh. Tidak ada orang yang mengharapkan sakit. Tidak ada orang yang ingin tubuhnya dihinggapi penyakit. Tapi tidak ada yang tahu pasti bagaimana masa depan terjadi, termasuk tentang penyakit.
Mungkin jika dipikir, ngapain sih memikirkan hal yang tidak-tidak di masa depan nanti? Aku pun juga tidak tahu. Selain pikiran tentang sakit, aku sudah berpikir tentang kematianku. Belajar dari pengalaman dari orang-orang terdekatku, sakit itu merepotkan ya? Bukan hanya merepotkan diri sendiri, tapi juga orang lain. Apalagi dengan sakit itu, kita tidak bisa melakukan aktivitas normal seperti ketika sedang sehat dan bahkan hingga membebani orang di sekitar kita.
Kan sakit gak ada yang tahu. Iya emang gak ada yang tahu. Tapi ada beberapa penyakit yang disebabkan oleh hal-hal tertentu yang itu membutuhkan waktu cukup lama sebelum berubah menjadi "penyakit". Tumor? Kanker? Diabetes? Sepertinya banyak penyakit lain. Faktor penyebabnya kebanyakan adalah gaya hidup dan faktor makanan yang dikonsumsi. Mungkin selama ini kita merasa sehat. Terlihat sehat dari luar, belum tentu sehat juga di dalam tubuh. Kita tidak bisa melihat secara langsung proses dan kegiatan yang dilakukan oleh organ yang ada di dalam tubuh. Tapi, ketika terjadi sesuatu yang tidak beres, organ-organ tersebut akan mengirimkan sinyal kepada kita. Tergantung, apakah kita peka atau tidak. Siapa yang bakal menjaga kesehatan organ-organ tubuh kalau bukan pemiliknya sendiri?
Aku berharap, ketika aku telah mendekati ajalku, aku tidak merepotkan orang lain. Tidak dengan penyakit maupun dengan proses pencabutan nyawaku karena dosa-dosa dan kesalahan yang aku lakukan semasa aku hidup. Aku ingin di sisa-sisa hidupku, aku menikmatinya. Aku ingin menjaga kesehatan agar ibadahku terasa membahagiakan, aktivitas sehari-hariku terasa ringan dan aku bisa menikmati keindahan alam yang telah Allah ciptakan.
Komentar
Posting Komentar