Hemmmm....
Masih dengan pembahasan yang sama dengan tulisan yang sebelumnya. Tentang BOSAN.
Aku, menurut diriku sendiri tentunya, adalah orang yang mudah sekali merasa bosan. Dalam berbagai kondisi, terutama ketika melakukan kegiatan yang positif, rasa bosan itu dengan gampang menghampiri. Setelah aku menulis tentang rasa bosan yang aku alami dalam tulisan sebelumnya, keesokan harinya aku melanjutkan membaca buku Atomic Habits dalam subbab Aturan Goldilocks: Bagaimana Tetap Termotivasi dalam Hidup dan Pekerjaan terdapat bagian tentang Cara Tetap Berfokus Ketika Anda Bosan Memperjuangkan Sasaran Anda. Apakah itu sebuah kebetulan? Hal itu tidak hanya sekali terjadi. Aku tidak tahu kata apa yang tepat untuk mendefinisikan kejadian itu. Aku hanya menyebutnya sebagai "kebetulan" karena aku hanya tahu kata itu sebagai perwakilan atas keadaan yang terjadi secara tidak terduga dan tanpa disengaja. Apakah dapat disebut sebagai takdir? Algoritma?
Balik lagi ke buku. Banyak kalimat yang aku garisbawahi pada bagian itu. Pelatih tim angkat berat penulisnya, James Clear mengatakan bahwa suatu ketika, seorang pelatih angkat berat terkenal pernah mengunjungi tempat ia berlatih. Kemudian ia James Clear mengajukan pertanyaan kepada pelatih yang telah melatih ribuan atlet tersebut. James Clear bertanya, apa yang membedakan antara atlet terbaik dan semua orang lain? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh orang sukses tapi tidak dilakukan oleh kebanyakan orang? Pelatih tersebut menjawab tiga faktor: genetik, keberuntungan, dan bakat. Dan ia menambahkan bahwa suatu ketika, itu terkait dengan siapa yang mampu mengatasi kebosanan berlatih setiap hari, melakukan hal yang sama berulang-ulang. Menurut James Clear, jawaban pelatih tersebut adalah jawaban yang tidak terduga dan mengejutkannya.
Ancaman terbesar atas kesuksesan bukanlah kegagalan, melainkan rasa bosan. Satu-satunya cara untuk menjadi hebat adalah terus bersemangat ketika mengerjakan hal yang sama berulang-ulang. Dan Anda harus jatuh cinta pada kebosanan.
Beberapa kalimat di atas adalah kalimat yang aku setujui. Karena kebosanan bagiku, faktor penghambat untuk tetap melakukan kegiatan yang produktif. Ada dua hal yang terjadi ketika aku berada di titik jenuh, berhenti atau tetap memaksakan diri. Namun, aku cenderung memilih yang pertama, berhenti. Itu adalah keputusan terburuk yang sering aku ambil. Padahal pada kitab Ta'lim Muta'allim dalam bab Memilih Ilmu, Guru, Teman Belajar dan Tekun dalam Menimba Ilmu, disebutkan bahwa sebagai seorang santri harus berani bertahan dan bersabar dalam belajar. Ia harus memiliki sifat sabar, tabah, tekun, dan ulet dalam mempelajari suatu ilmu. Dalam kitab tersebut juga disebutkan bahwa kita sebaiknya menyelesaikan apa yang telah kita pelajai, tidak berpindah-pindah dari guru satu ke guru yang lain, dari satu ilmu ke ilmu yang lain, dan dari satu tempat ke tempat yang lain sampai ilmu yang pelajari berhasil kita kuasai. Hal ini dimaksudkan agar waktu yang kita gunakan tidak terbuang sia-sia.
Namun, bagaimana jika hal yang aku tulis di atas dikaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia? Dari mulai jenjang pendidikan, kurikulum pendidikan, dan para pendidik? Bukankah sistem pendidikan di Indonesia meminta anak menguasai banyak ilmu dalam suatu waktu?
Komentar
Posting Komentar