Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2023

PENULIS

Ada apa dengan hari ini? Tadi pagi aku membaca salah satu tulisan di TikTok yang berisi profesi yang cocok untuk setiap MBTI. Aku adalah seorang INFJ. Pekerjaan yang cocok untuk kepribadianku adalah psikolog dan novelis. Aku pikir kesempatan untuk diriku berprofesi sebagai psikolog sangat kecil. Meskipun aku sangat ingin menjadi seorang psikolog, tapi semesta belum merestuiku. Tidak masalah... Jika memang sudah jalannya, aku akan mendapatkannya cepat atau lambat. Profesi lain yang cocok dengan tipe kepribadian INFJ adalah novelis. Sangat menarik, pikirku. Masih banyak kesempatan untukku menjadi seorang novelis, menulis dan mengarang ceritaku sendiri. Menyusunnya hingga mencetaknya menjadi sebuah buku. Menjadi seorang novelis adalah cita-citaku. Aku terus berpikir bagaimana caranya menulis cerita yang bagus. Tapi untuk menjadi seorang penulis yang terkenal dengan banyak karya, perlu pengalaman dan perjalanan yang cukup panjang. Kabar baiknya... Akhir Oktober 2023, ada sebuah buku yang b...

NOSTALGIA

Niat awalku hanya ingin mencari foto-fotoku ketika berada di Pantai Parangtritis Mei 2019 lalu. Waktu itu aku pergi bersama salah satu temanku setelah salat Subuh ketika bulan puasa. Sudah lama sekali aku tidak membuka berkas-berkas lama hingga aku lupa di letak aku menyimpannya. Aku harus membuka folder satu demi satu dan menggulirkannya dari awal hingga akhir demi menemukan foto-fotoku itu. Dari banyaknya berkas folder yang berisi foto, aku menemukan folder yang berisi foto-fotoku zaman dulu, bersama teman-temanku Ilmu Hadis dan Pagar Nusa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  Yah...  Rindu dengan kebersamaan dan kenangannya. Sesuatu yang bisa dibilang "mustahil" untuk dilakukan lagi. Jangankan untuk berfoto bersama seperti dahulu, bertemu kembali saja kemungkinan sangat kecil. Aku tumbuh, dia tumbuh, mereka tumbuh, dan kita tumbuh. Waktu yang membawa pertemuan itu perlahan-lahan bergulir, memisahkan kita seperti dulu sebelum kita saling bertemu dan merangkai cerita. Tak terasa, 5...

Kuliah vs Sekolah

Sekolah... Jika aku kembali mengenang masa-masa sekolah, seperti banyak kenangan yang terjadi, terutama ketika kelas 12. Tahun terakhir yang penuh banyak cerita. Jika dipikir-pikir lagi, kuliahku terlalu mudah daripada aku ketika kelas 12. Bisa dibilang kelas 12 adalah masa penempaan menuju dunia perkuliahan yang keras. Aku sekolah di salah satu madrasah swasta terkenal di Pati, Jawa Tengah dengan pondok pesantren yang memiliki ribuan santri. Aku sekolah di sana selama 6 tahun lamanya; madrasah tsanawiah selama 3 tahun dan madrasah aliyah selama 3 tahu.  Perbandingan ini bersifat subjektif dari diriku sebagai penulis sekaligus yang mengalami sendiri. Mari kita bandingkan dunia sekolah dengan dunia perkuliahan yang aku alami di bawah ini: Banyaknya pelajaran. 1:3. Kuliah dalam satu semester, kurang dari 10 mata kuliah. Sedangkan ketika sekolah, bisa mencapai 30 mata pelajaran. Waktu belajar. Kuliah 24 SKS dibagi dalam 5 hari perkuliahan. Paling banyak dalam sehari 9 SKS, dari jam 7 ...

OLAHRAGA

Hari ini... Rasanya dan kenyataannya aku malas membaca buku. Tidak seperti hari-hari sebelumnya ketika aku bertekad untuk menyelesaikan buku yang telah aku baca. Hehehe...  Aku tidak akan mempertanyakan alasan mengapa aku bisa seperti ini, hari ini. Jika sebelumnya aku selalu menanyakan mengapa, kenapa, dan bagaimana, kali ini aku sudah menemukan jawabannya sebelum aku bertanya. Karena pada dasarnya aku memang sedang malas saja untuk membaca buku. Lebih banyak menghabiskan waktuku bermain hp seperti biasanya. Hehehe...   Program tantangan pekan lalu 70% gagal. Hanya mampu menyelesaikan satu tantangan dan hanya bertahan beberapa hari saja. Aku kurang patuh pada tantangan yang aku buat untuk diriku sendiri. Terlalu menganggap remeh(?) Enteng(?) Tidak peduli(?) Memang tidak ada ganjaran yang dapat aku berikan kepada diriku sendiri ketika aku bisa menyelesaikan tantangan dan tidak ada penalti ketika aku gagal melakukan tantangannya.  Konsisten? Sepertinya aku sedang mengala...

SEPINTAS

Hari ini aku mulai membaca buku baru, The Psychology of Money karya Morgen Housel. Sebelumnya aku mengalami kebimbangan memilih di antara dua buku, mana yang harus aku baca terlebih dahulu. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku memutuskan untuk membaca buku self-improvement tentang keuangan terlebih dahulu ketimbang membaca buku yang lain (buku yang lain adalah sebuah novel). Kesan awalku tentang buku  The Psychology of Money  buyar ketika aku baru saja melihat isinya. Aku pikir ukuran font tulisannya bakal kecil-kecil seperti buku pengembangan diri yang telah aku baca-bcaca sebelumnya. Ternyata tidak. Mungkin orang yang mengalami mata minus pun dapat membacanya tanpa menggunakan kaca mata. Berlanjut, aku pikir bukunya saling terkait dan harus dibaca berurutan dari awal hingga akhir buku. Tapi ternyata, dalam pengantar buku tersebut, penulis telah menjelaskan bahwa buku  The Psychology of Money berisi 20 bab, yang masing-masing bab menjelaskan tentang apa yang penuli...

JAWABAN

Jawaban... Dalam tulisanku sebelumnya aku bercerita tentang diriku yang mengalami kesulitan dalam memenuhi target harianku. Aku seperti "mengharuskan" diriku sendiri untuk mencapainya. Dan hari ini aku seperti menemukan jawaban atas masalahku kemarin.  Tulisan yang menjadi jawaban itu mungkin telah aku baca beberapa pekan yang lalu. Tapi aku secara tidak sengaja melihatnya lagi hari ini. Masih sama dalam buku Atomic Habits hal. 150-151 yang isinya: "Membingkai ulang kebiasaan dengan lebih berfokus pada manfaat ketimbang kerugian adalah cara yang cepat dan mudah untuk memprogram ulang pikiran dan menjadikan kebiasaan terkesan lebih menarik." "Sekarang, bayangkan Anda hanya mengubah satu kata: Anda bukan "harus"... melainkan Anda "berkesempatan"..." "Cukup dengan mengubah satu kata, Anda mengubah cara Anda memandang peristiwa-peristiwa yang sama. Anda berubah dari memandang perilaku-perilaku ini sebagai beban menjadi sebagai kesempat...

RENCANA

Selama tiga hari ini, aku memiliki banyak daftar kegiatan yang harus aku lakukan. Kegiatan yang seperti target harian untuk aku penuhi semuanya pada hari itu. Seperti membaca beberapa lembar novel, menyelesaikan buku yang sedang kubaca, memublikasikan 1 tulisan, dan lain sebagainya. Di satu sisi rasanya sungguh menyenangkan memiliki rencana kegiatan untuk dilakukan pada hari itu sejak bangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Tapi di satu sisi aku merasa tertekan untuk menyelesaikan semuanya. Aku bertekad untuk menjalani hari-hariku dengan sebaik mungkin.  Lantas, apa yang menjadi masalah? Pengaturan waktu. Aku belum bisa mengatur waktuku dengan baik. Aku belum mengoptimalkan waktu yang aku punya. Meskipun aku memiliki keinginan untuk mengurangi waktu untuk menghabiskan waktu di sosial media, tapi ada saja hal lain yang rasa-rasanya menjadi distraksi.  Benar, yang bermasalah bukan target yang harus aku capai. Tapi sistemnya yang kurang tepat.  Bagaimana sistem yang har...

2 PEKAN

Hari ini dibuka dengan perasaan yang agak menyebalkan. Tidur yang bangunnya dengan cara "pemaksaan" dan "brutal". Pagi yang buruk sekali.  Memang... Hidupku selama ini tergantung dengan moodku. Tapi kan moodku juga dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang berada di luar diriku. Yang harusnya aku bisa tidak merasakan emosi tersebut, mau tidak mau aku harus menerimanya.  Tapi ya sudahlah... Toh hal itu terjadi tadi pagi dan ketika aku menulis ini, waktu malam sudah tiba. Menjelang tidur. Bagaimana dengan hari ini? Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku lakukan hari ini. Tapi sedikit gagal karena ada beberapa alasan.  Misalnya, hari ini aku berniat mengurangi bermain HP. Aku memberi batasan waktu maksimal 3 jam untuk menggunakan HP-ku. Tapi ternyata hampir mencapai 2 kali lipat waktu penggunaannya. Hal ini juga berhubungan dengan tugas lain yang harus aku lakukan hari ini, menghapus 500 media. Media yang kumaksud mencakup foto, video, dokumen, dll. Untuk foto sendiri, aku...

MENCOBA

Aku mau curhat. Hehe... Kemarin aku sudah mencoba untuk menulis cerpen. Cerpen yang berisi kisah nyata tentang sepenggal kisahku dengan dia. Aseeek... Sebelumnya aku mencari terlebih dahulu, untuk dapat dikatakan sebagai cerpen, harus memuat berapa ribu kata. Dari berbagai sumber yang kubaca, untuk batas minimal kata yang digunakan berbeda. Ada yang mengatakan 300, 500, 700, bahkan 1000 kata. Namun, dari sumber-sumber tersebut, mayoritas sepakat bahwa jumlah kata-kata dalam cerpen tidak lebih dari 10.000 kata. Aku sendiri mengambil batas minimal kata cerpen adalah 1000. Cerpen pertama yang aku publikasikan kemarin, kurang lebih memuat 500 kata. Aku ingin memaksakan diri untuk menulis 1000 kata. Tapi ternyata aku tidak mampu lagi untuk melanjutkannya. Sudah berada di jalan buntu. Dengan berat hati, aku tetap memublikasikannya sebagai langkah awalku. Toh utu hanya secuil kisahku. Masih banyak kisah-kisahku yang lain yang bisa aku jadikan cerpen bahkan novel. Hehehe... Semoga saja. Mungki...

TAKUT

Mimpiku, ingin menjadi penulis terkenal. Dengan karya-karya yang dibaca banyak orang dan dapat memberikan inspirasi dan manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Itu mimpiku. Untuk saat ini, aku merasa belum benar-benar menjadi penulis. Aku tidak tahu bagaimana harus memulai ceritaku. Aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi penulis yang baik. Aku tidak tahu bagaimana sebuah tulisan dapat dikatakan bagus atau tidak. Banyak hal yang tidak aku tahu tentang dunia kepenulisan. Lebih tepatnya belum. Karena aku merasa selama ini aku hanya menuliskan opini dan juga kata-kata yang memenuhi pikiranku.  Aku ingin memulai menulis sebuah karya berupa cerpen, novelet, atau pun novel. Tapi aku tidak memiliki inspirasi tentang kisah yang ingin aku tulis. Jika kisah yang ingin aku tuliskan berdasarkan dengan pengalaman pribadiku, mungkin  akan menjadi kisah percintaan. Yang menurutku sudah sangat banyak penulis yang menulis tentang kisah percintaan. Tapi tema percintaan dapat dikatakan sebagai...

SUI*IDE

Dalam dua minggu terakhir, beberapa kali aku mendengar atau pun membaca berita tentang mahasiswa yang bunuh diri. Di sini aku tidak ingin membenarkan tindakan bunuh diri karena sejak jaman dahulu termasuk ke dalam perbuatan yang dilarang oleh Islam. Bunuh diri urusannya sudah langsung dengan Sang Pencipta, bukan dengan sesama manusia lagi (meskipun ada beberapa bunuh diri yang dilatarbelakangi oleh masalah dengan manusia). Aku hanya ingin bertanya, apa yang menyebabkan seseorang akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya? Atau pun memiliki pemikiran untuk melakukannya? Bagaimana perasaan dan pikiran para pelaku sebelum melakukannya? Seberat apa beban yang sedang ditanggungnya? Sesedih apa masalah yang sedang dihadapinya? Sesakit apa luka yang sedang dirasakannya? Pertanyaan-pertanyaan yang aku tulis mungkin tidak akan pernah terjawab oleh orang yang telah memutuskan untuk hal itu. Sepertinya, sebanyak apa pun kisah yang diceritakannya kepada orang lain, itu tidak dapat mewakili selu...

BERAT BADAN

Bagaimana dengen cerita hari ini?  Em...  Sepertinya masih sama seperti hari-hari kemarin.  Yang membedakan adalah... Aku mulai berolahraga lagi. Setelah hampir 1,5 bulan vakum karena perjalanan ke Jogja dan juga pemulihan pasca kecelakaan, akhirnya aku memutuskan untuk berolahraga kembali.  Hanya sekitar 15 menit. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk memulai kembali sesuatu yang pernah berhenti lama.  Buat seseorang yang gampang overthinking seperti aku, olahraga dapat menjadi salah satu solusi mengurangi overthinking. Gak cuma olahraga doang sih, tapi juga aktivitas fisik yang lainnya. Cukup untuk sebentar saja mengalihkan pikiran dari sesuatu yang kurang penting untuk dipikirkan.  Kalau mungkin awal Agustus kemarin aku tidak merasa sakit hati dengan seseorang, kemungkinan untuk aku olahraga juga kecil. Olahraga dapat dikatakan sebagai pelarian dari patah hati. Dan banyak orang yang telah melakukannya.  Ini bukan soal olahraga karena patah hati. Tap...

BERAT HIDUP

Berita dan cerita yang mengejutkan yang kudengar hari ini, setidaknya dalam 3 bulan terakhir. Masih ingatkah dengan ceritaku kemarin tentang keinginanku untuk melanjutkan pendidikanku? Sejak kuutarakan keinginanku tersebut kepada kedua orang tuaku, keduanya memberikan respons yang berbeda. Ibuku, secara tidak langsung mendukungku untuk kuliah lagi. Bapakku, kebalikannya. Bapak cenderung menolak dan tidak mengizinkanku. Aku tidak tahu pasti apa yang menjadi alasan bapak tidak mengizinkanku. Selama ini yang kutahu, bapak melarangku karena alasan dana. Yang memang dana untuk lanjut pendidikanku tidaklah murah. Apalagi jika aku menginginkan masuk pada program studi non-linear dari jurusanku sekarang. Mungkin biayanya bisa berkali-kali lipat lebih mahal. Betapa rumitnya permasalahan perekonomian keluarga. Aku hanya baru mendengarnya saja, belum mengalaminya secara langsung. Dunia utang-piutang tidak dapat dihindarkan ketika sudah dipepet oleh kebutuhan. Gali lubang tutup lubang menjadi hal ...

JAUH

Hari ini aku bertemu dengan sahabatku.  Seseorang yang aku temui 11 tahun yang lalu. Tepatnya ketika aku berada di kelas yang sama dengannya. Tak menyangka... Aku bisa bertahan lama, berteman dengan orang yang aku pikir tidak akan bisa menjadi temanku.  Mungkin, hubungan pertemanan yang kita jalin selama 6 tahun ketika sekolah, tidak terlalu terasa. Dan kita tidak memiliki banyak kenangan untuk diingat. 3 tahun berada dalam satu kelas dan 3 tahun berada dalam kelas yang berbeda.  Aku mulai merasakan arti kehadirannya ketika awal aku kuliah. Ketika aku mulai hidup sendiri, jauh dari rumah dan berada di tempat yang asing. Ketika aku harus menjadi orang baru di tempat yang sebelumnya tidak pernah aku bayangkan. Mau tidak mau, aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru.  Banyak orang yang aku temui. Di kos, di kampus juga di organisasi. Semakin banyak orang yang aku temui, semakin merasakan diri ini asing. Tidak semua orang cocok denganku dan tidak semua orang bisa men...

JATUH

Satu bulan yang lalu, aku mengalami kecelakaan tunggal ketika perjalanan pulang menuju rumah. Ini bukan kali pertama aku kecelakaan. Februari 2019 aku juga mengalami hal yang sama. Bukan kecelakaan tunggal, melainkan menubruk pengendara lain yang ada di depanku. Dua kali terjatuh yang terhitung cukup parah akibatnya dan berkali-kali jatuh dengan dampak yang cukup ringan, membuatku beranggapan bahwa "jatuh" adalah hal yang sudah biasa terjadi. Ketika terjatuh, terkadang aku tidak sadar bagaimana itu bisa terjadi. Terlalu cepat dan tiba-tiba. Posisi terakhir setelah kecelakaan pun aku terlupa karena seringnya refleks yang aku berikan ketika jatuh adalah langsung bangun berdiri. Tidak terlalu memperhatikan bagaimana posisi terakhir dan juga rasa sakit akibat benturan. Entah kepala, kaki, tangan, maupun badan. Baru beberapa saat setelahnya, aku baru tersadar dan memikirkan sesuatu. Terutama mengenai rasa sakit akibat anggota tubuh yang terluka karena jatuh. Lukanya pun bisa luka ...

MALAS

Aku memiliki Blog ini sudah tujuh tahun lamanya, sejak 2016. Aku lupa persisnya kapan, tapi tulisan pertamaku terbit Mei 2016. Selama kurun waktu 89 bulan (Mei 2016 - sekarang), aku telah merilis 56 tulisan. Menurutku, 56 tulisan dalam waktu tersebut adalah sebuah bentuk kemalasan dan ketidakkonsistenan diriku dalam menulis. Tidak setiap bulan menulis, sudah jelas. Tentunya banyak pula alasan mengapa malas sekali untuk mengisi Blog ini. Aku membuka halaman ini ketika aku "hanya" benar-benar ingin menulis. Menulis sesuatu yang aku rasakan. Sesuatu yang menurutku sangat berat, hingga tidak ada tempat lagi untuk bercerita selain melalui tulisan di Blog ini juga di buku harian. Banyak juga tulisan yang belum selesai dan tidak ada niatan untuk aku selesaikan. Alasannya sederhana, malas. Alasannya memang sederhana. Tapi penjelasan dari alasan tersebut yang tidak singkat. Malas, karena perasaan ketika sedang menulis tulisan tersebut dengan perasaan yang terjadi beberapa waktu setela...

LELAH

 Siang tadi aku mengunjungi rumah kerabatku. Aku bertemu dengan beberapa anak kerabatku, tiga anak. Mereka duduk di bangku kelas 1, 3, dan 4 pada sekolah dasar yang sama. Tentunya jam masuk sekolah mereka sama, pukul 07.00 WIB. Yang membedakan adalah jam pulang sekolah dan pelajaran yang didapatkannya selama di sekolah. Anak kelas 1, pulang pukul 10.00 WIB. Anak kelas 3, pulang pukul 11.30 WIB. Dan anak kelas 4 pulang pukul 12.30 WIB. Setelah sekolah pagi, mereka lanjut sekolah pada lembaga pendidikan non-formal (TPQ dan Diniyah) pada pukul 13.00 WIB dan pulang pada pukul 17.00 WIB.  Ketika aku bertanya kepada mereka, dengan waktu bertanya yang berbeda namun dengan pertanyaan yang sama, mereka menjawab hal yang sama. "Sekolah itu capek gak, sih?" Mereka dengan kompak menjawab, "Tidak" sambil tersenyum. Bagi seseorang yang telah menempuh pendidikan formal maupun non-formal selama 19 tahun, itu hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, hampir 9-10 jam harus berada ...

JENUH

Hemmmm.... Masih dengan pembahasan yang sama dengan tulisan yang sebelumnya. Tentang BOSAN. Aku, menurut diriku sendiri tentunya, adalah orang yang mudah sekali merasa bosan. Dalam berbagai kondisi, terutama ketika melakukan kegiatan yang positif, rasa bosan itu dengan gampang menghampiri. Setelah aku menulis tentang rasa bosan yang aku alami dalam tulisan sebelumnya, keesokan harinya aku melanjutkan membaca buku Atomic Habits dalam subbab  Aturan Goldilocks: Bagaimana Tetap Termotivasi dalam Hidup dan Pekerjaan terdapat bagian tentang Cara Tetap Berfokus Ketika Anda Bosan Memperjuangkan Sasaran Anda . Apakah itu sebuah kebetulan? Hal itu tidak hanya sekali terjadi. Aku tidak tahu kata apa yang tepat untuk mendefinisikan kejadian itu. Aku hanya menyebutnya sebagai "kebetulan" karena aku hanya tahu kata itu sebagai perwakilan atas keadaan yang terjadi secara tidak terduga dan tanpa disengaja. Apakah dapat disebut sebagai takdir? Algoritma?  Balik lagi ke buku. Banyak kalim...

BOSAN

Hampir tiga pekan berlalu setelah kepulanganku dari Jogja.  12 hari berada di luar rumah, membuatku merasa bebas. Pada saat itulah aku berusaha untuk menikmati setiap perjalanan yang aku tempuh di Jogja maupun di tempat yang lain. Aku menyebutnya batas akhir. Batas akhir untuk diriku bermain-main dan tidak melakukan apa pun. Tapi setelah waktu berlalu, aku merasa tetap tidak melakukan aktivitas yang berguna. Aku masih tetap sama dengan diriku bulan lalu dan beberapa bulan sebelumnya, dengan rutinitas dan kebiasaan yang sama. Mungkin dalam 24 jam, 8-9 jam hidupku aku habiskan untuk tidur. Sisanya? Tidak ada kegiatan yang berarti untuk masa depanku. Setidaknya, itulah yang aku pikirkan. Kurang lebih waktu 1 jam adalah waktu yang aku gunakan untuk kegiatan produktif; belajar bahasa Inggris (menonton/mendengarkan video/podcast berbahasa Inggris, bermain Duolingo, dan mencari arti kata berbahasa Inggris) juga membaca buku. Waktu 1 jam itu tidak terjadi setiap hari. Semua tergantung suas...