Dunia sedang menunjukkan jeleknya orang berumah tangga (baca: sisi buruk pernikahan). Bulan ini pun aku didesak secara lisan untuk segera menikah, entah konteksnya serius atau bercanda, aku menganggap pernikahan sebagai sebuah "keharusan".
Apakah pernikahan adalah suatu keharusan yang harus dilakukan? Apakah pernikahan adalah sebuah "pencapaian" bagi setiap orang? Apakah ada jaminan bahwa pernikahan itu akan selalu membahagiakan?
Aku baru saja menyelesaikan membaca novel romansa. Novel itu dulu adalah cerita Wattpad yang sering aku baca dahulu dan aku selalu menunggu kelanjutan ceritanya setiap minggu. Pada tahun 2018, cerita tersebut diterbitkan dan aku menjadi salah seorang pembaca yang membeli cerita tersebut versi cetaknya. Sudah dapat ditebak isinya tentang apa dan fokus ceritanya bagaimana. Pernikahan, rumah tangga, perasaan, masalah, hubungan seksual, anak, tanggung jawab, pekerjaan, dan lain-lain. Aku yang dulu selalu antusias menikmati cerita yang disajikan oleh penulisnya, terutama cerita yang melibatkan emosi di dalamnya.
Dan, 5 tahun kemudian, tepatnya hari ini, aku baru selesai membacanya secara penuh dalam versi cetak. Perasaan aku membaca versi Wattpad ketika aku beranjak dewasa dengan versi cetak ketika aku sudah berada di fase dewasa sangat berbeda. Aku yakin sekali. Aku mencoba mencernanya dengan fokus yang berbeda. Jika dahulu, aku akan fokus pada setiap bagian kecil kisah yang membentuk cerita (bagian khusus), sekarang aku fokus pada pemahaman dan gambaran cerita itu secara menyeluruh (umum). Jika dahulu aku dapat dengan mudah berubah menjadi makhluk perasa ketika tokoh tersebut sedang patah hati, merasa ingin dicintai, putus asa, sedih, bahagia, berbunga-bunga, dst. dan dengan mudah pula berimajinasi ketika tokoh sedang menyatakan perasaannya, menghabiskan waktu berdua, melakukan adegan dewasa, dst. Sekarang aku lebih fokus kepada relasi yang sedang terjadi, entah itu hubungan pertemanan, pacaran, maupun pernikahan.
Banyak orang yang mengatakan bahwa pernikahan itu tidak seindah kedengarannya dan tidak selalu bahagia seperti kelihatannya, tidak seperti di novel-novel maupun di sinetron atau film-film yang tayang di televisi. Mungkin aku setuju dengan hal tersebut. Namun, aku tidak lupa bahwa pada setiap novel yang aku baca, film yang aku tonton atau cerita yang aku dengar, kisah percintaan tokoh-tokohnya tidak semuanya berjalan dengan lancar. Konflik yang terdapat di dalamnya juga tidak lepas dari pemikiran pengarangnya ketika membuat cerita tersebut. Entah berdasarkan pengalaman pribadi maupun orang lain. Tidak semua bagian harus selalu suka cita. Tidak semua akhir harus bahagia.
Ternyata, konflik yang dialami juga bermacam-macam. Perselingkuhan salah seorang di antara dua tokoh, faktor ekonomi, mertua yang terlalu ikut campur urusan rumah tangga anaknya, tidak saling memahami satu sama lain, karakter yang sangat berbeda dan bertolak belakang, amarah yang tidak terkontrol, suami/istri yang lalai terhadap tanggung jawab, gengsi yang dijunjung tinggi, harmonisasi yang tidak tercapai, selalu merasa kurang dan tidak bersyukur, tidak mau mendengarkan pendapat pasangan, tidak ada yang mau mengalah, dan masih banyak yang lainnya.
Ya, dunia sedang menunjukkan hal-hal yang telah aku sebutkan di atas. Kembali ke pertanyaanku, apa menikah adalah sebuah pencapaian?
Komentar
Posting Komentar