Langsung ke konten utama

Our Beloved Summer

Out Beloved Summer

Seperti yang pernah aku tulis di tulisanku 9 hari yang lalu, Our Beloved Summer adalah salah satu judul drama Korea yang direkomendasikan seseorang yang juga hobi menonton drakor. Dan hari ini aku telah menyelesaikannya. 
Aku membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk menyelesaikannya. Dibandingkan dengan ketika aku menonton drakor sebelum-sebelumnya, kali ini aku mencoba menikmatinya dengan menontonnya perlahan-lahan dan tidak terburu-buru. 
Alasannya? Meskipun aku kepo dengan ending kisah mereka, tapi aku tetap ingin mengamati dan menilainya kisah yang disajikan secara pelan-pelan. 

Happy Ending... 
Orang yang merekomendasikan drakor tersebut bilang, "Kadang pas dulu capek sama hubungan kita, aku selalu nonton itu sih. Putus nyambung, ketemu, marah-marahan. Tapi selalu inget sama endingnya yang bahagia." Setelah menontonnya, aku bisa mengatakan hal yang sama. Seperti kisah dan hubunganku dengan orang tersebut. 10 tahun dalam keruwetan hubungan yang putus nyambung membuat mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa satu sama yang lain.

Namun aku menyoroti hal lain dalam drama Our Beloved Summer, tentang kepribadian beberapa tokohnya. Ya, kepribadian mereka ketika dewasa terbentuk karena pengalaman-pengalaman yang mereka alami sejak kecil. Faktor pembentuk kepribadian sendiri tidak hanya genetik, tapi juga lingkungan. Lingkungan ini meliputi keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat. Aku tidak akan menjelaskan lebih rinci tentang masing-masing tokoh. Tapi, aku salut dengan cara mereka berdamai dengan masa lalunya dan memperbaiki kesalahan yang telah mereka perbuat. Dewasa menuntut dan menuntun mereka menjadi lebih baik lagi. Bukan lagi menjadi orang yang terjebak dengan masa lalu. Mereka dapat jujur dan terbuka dengan perasaan yang sedang mereka alami. 
Semua yang menontonnya juga harus berani mengambil langkah untuk ke depan, bukannya hanya berdiri di tempat dengan segala ketakutan dan kekhawatiran. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

Tentang Ziggy

Ziggy? Siapa Ziggy? Ziggy siapa? Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, seorang penulis Indonesia yang telah menerbitkan banyak buku. Aku menulis Tentang Ziggy sebagai wadah baru untuk menuangkan apa yang ada di dalam otakku setelah membaca beberapa buku karyanya.  Mari kita mulai. Aku telah membaca Di Tanah Lada (2015), Jakarta Sebelum Pagi (2016), White Wedding (2016), dan yang baru saja selesai Semua Ikan Di Langit (2017). Dan keempatnya aku baca di iPusnas. Bagaimana pada mulanya aku bisa membaca novel karangannya? Aku lupa persis kapan. Tapi, berdasarkan ingatanku yang ternyata tidak sekuat yang aku bayangkan, aku mulai mengetahui namanya dari Twitter―sebelum berubah nama menjadi X. Banyak orang yang berkomentar dalam sebuah Tweet tentang buku yang membuat orang yang telah selesai membacanya merasa kosong, dan mereka menulis "Di Tanah Lada" atau "novel karya Ziggy". Di lain itu, pada waktu yang lain, banyak orang yang menyayangkan tentang berita yang menyatakan bah...

SIAPA PUN

Sejujurnya, ada hal yang mengusik pikiranku selama 7 bulan terakhir ketika aku membuka akun blogger ini. Selain mengusik, hal itu juga menjadi pertanyaan yang ingin aku temukan jawabannya. Adalah, Bagaimana mungkin orang-orang bisa membaca tulisan-tulisanku? Dari pencarian yang mana, mereka bisa sampai di halaman yang isinya hanya omong kosong? Apakah itu sebuah ketidaksengajaan? Atau mungkin saja, sengaja? Dalam setiap tulisanku selama 7 bulan ini, ada beberapa orang yang melihatnya. Jumlahnya tak banyak, bisa dihitung dengan jari tangan kanan.  Memang, aku ingin menjadi penulis yang terkenal. Tapi, rasanya aneh jika ada orang yang membaca tulisanku. Aku? Merasa tidak percaya diri ketika ada orang yang membacanya. Kebiasaanku yang mungkin "buruk" ketika aku menulis adalah aku tidak bisa membaca kembali apa yang sudah aku tulis. Rasa yang aku berikan ketika aku menulis dengan rasa ketika aku telah selesai menulisnya itu sangat berbeda, menurutku. Ada tulisan yang aku buat ket...