Langsung ke konten utama

GURU

Guru...

Menjadi seorang guru bukan merupakan pekerjaan impianku. Namun, aku tidak pernah menganggap rendah profesi guru. Setelah lulus kuliah, banyak pertanyaan mengenai pekerjaan yang akan aku pilih, termasuk guru. "Kenapa gak jadi guru?" "Kenapa gak mau mengamalkan ilmumu?"

Begitu pun tadi sore. Ibuku menyuruhku untuk menjadi guru, mengamalkan ilmuku terutama di bidang ilmu al-Qur'an dan Hadis. Dari dulu, aku tidak ingin menjadi guru. Bukan berarti aku menutup kemungkinan menjadi seorang guru di masa depan yang aku tidak tahu bakal bagaimana jalanku. Banyak alasan mengapa aku menolak menjadi guru. 

  • Guru adalah pekerjaan yang berat dan menjadi guru bukanlah sesuatu yang dianggap main-main. Sampai sekarang, mungkin ada beberapa perkataan guruku yang masih aku ingat jelas di pikiranku. Tidak hanya sekedar mengamalkan ilmu, tapi ia juga harus mempertanggungjawabkan apa yang telah diajarkannya kepada anak didiknya baik di dunia maupun di akhirat. Dan aku belum siap untuk itu.
  • Aku tidak terbiasa berbicara di depan banyak orang. Meskipun itu hanya di depan anak-anak. Aku tidak suka jika aku harus menjadi pusat perhatian dan berdiri di depan untuk menjelaskan. Jika aku menjadi guru, bagaimana caranya aku bisa memberikan penjelasan  yang mudah dimengerti muridku? Bicara dengan satu anak saja membuatku grogi. Apalagi jika harus berhadapan dengan banyak anak?
  • Untuk saat ini, aku masih merasa belum pantas untuk menjadi guru. Aku pikir, ilmuku masih terlalu dangkal untuk digunakan mendidik. Banyak hal yang harus aku pelajari. Banyak hal yang harus kuketahui. Aku tidak kuliah jurusan pendidikan yang dalam beberapa semester mendapat mata kuliah tentang psikologi dan cara mendidik. Aku juga belum pernah latihan mengajar. Apa aku mampu menjadi guru dengan aku yang masih "bodoh" ini?
  • Aku belum bisa mengontrol emosiku. Menurutku, mengajar tidak hanya berfokus pada penyampaian pelajaran yang ditugaskan, namun juga bagaimana memahami karakter setiap anak didik. Aku masih mengalami kesulitan untuk mengenali emosiku. Aku juga masih belum bisa mengendalikan perasaanku dan bagaimana mengalihkannya. Guru, harus memiliki stok kesabaran yang melimpah. Aku belum sampai di tahap itu. Apakah seseorang yang memiliki kesabaran setipis kertas yang menjadi lembek jika terkena air pantas menjadi guru? Aku yang mudah berubah suasana hatinya sepertinya akan mengalami kesulitan jika harus menghadapi belasan bahkan puluhan anak yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Aku juga orang yang gampang bosan. Jika guru bisa bosan kepada muridnya, apa murid juga bosen kepada gurunya?
Seperti yang telah aku katakan di atas, aku tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat aku akan menjadi guru. Aku hanya belum siap, bukan berarti tak mau secara mutlak. Banyak kemungkinan yang bakal terjadi. Setidaknya aku harus bisa mendidik diriku sendiri sebelum aku memutuskan untuk mendidik anak orang. Karena guru adalah profesi mulia yang sangat tidak mudah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

Hamba Tak Tahu Diri

Engkau bukan Malaikat juga bukan Nabi Engkau bukan Ulama juga bukan wali Engkau adalah hamba yang tak tahu diri Tak punya rasa malu sedikit pun kepada Ilahi Engkau menuntut begitu dan begini Ingin semua harapanmu terjadi Sesuai dengan apa yang kau prediksi Jika punya kehendak sesuatu, doamu cepat sekali Giliran disuruh berbuat ma’ruf, seringnya kau ingkari Sholat sering kau nanti-nanti Lebih mengedepankan urusan duniawi Zakat juga sedekah kau bilang esok hari Menunggu dirimu kaya punya emas berlian tujuh peti Ketika kau diberi limpahan rezeki Kau bilang itu adalah hasil usahamu sendiri Ketika kau diberi kecerdasan yang mumpuni Kau bilang itu adalah hasil dari apa yang kau pelajari Sombongmu tiada henti Kebaikan Tuhan kau dustai Tiada sesuatu pun yang kau sesali Hari berganti hari Penyakit hati semakin menggerogoti Congkak, tamak, pamer, iri juga dengki Dan akhirnya hatimu sudah tak kuat menahan sakit itu lagi Bendera putih telah ber...

MULTITUGAS

 Aku perlu menuliskan tentang maksud dari judul yang aku tulis untuk cerita yang akan tuangkan kali ini terlebih dahulu. Multitugas (dalam bahasa Inggris disebut dengan multitasking ) menurut KBBI berarti aksi melakukan beberapa tugas dalam waktu  yang bersamaan.  Satu semester aku kuliah di jurusan Psikologi, aku merasa lebih pandai dalam menilai dan memahami diriku sendiri daripada sebelumnya. Terlebih tentang "sesuatu" yang membentuk diriku hingga menjadi sekarang ini. Aku akan bercerita tentang pola aktivitasku ketika masa dewasa yang setelah aku ingat-ingat kembali, telah terbentuk sejak aku kecil. Dan itu "dibiasakan" dan menjadi "kebiasaan" hingga saat ini.  Seperti judul tulisan ini, multitugas. Mungkin orang-orang merasa asing dengan kata multitugas yang bagi diriku juga kata asing yang baru aku ketahui. Tapi, akan kugunakan dalam tulisan ini sebagai kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Aku yang sekarang ini, aku menyadari bahwa ...