Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Random #2

"Kenapa hewan ketika lahir langsung bisa jalan?" ChatGPT bilang: Pertanyaan yang menarik, Izzah! Jawabannya ada hubungannya dengan evolusi, struktur otak, dan kebutuhan bertahan hidup . 1. Jenis Perkembangan Hewan: Altrisial vs Precocial Hewan bisa dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kematangan saat lahir: Altrisial : lahir dalam keadaan belum matang, butuh banyak perawatan. Contoh: manusia, kucing, anjing. Precocial : lahir dalam keadaan lebih matang, bisa langsung berdiri atau berjalan. Contoh: sapi, kuda, rusa. Hewan seperti kuda atau rusa langsung bisa berdiri dan berjalan beberapa menit setelah lahir karena mereka termasuk precocial . 2. Faktor Evolusi dan Adaptasi Hewan- hewan yang hidup di alam liar ( seperti herbivora) harus bergerak cepat setelah lahir untuk menghindari predator . Jadi, mereka berevolusi untuk lahir dengan otak dan otot yang lebih siap digunakan. Sementara itu, manusia berevolusi dengan otak yang sangat kompleks . Karena ukuran otakn...

Random #1

"Kenapa ayam jarinya 4? Kenapa gak 5 kayak manusia? Atau kenapa manusia jarinya ada 5? Kenapa gak 4 kayak ayam?" Kenapa ayam jarinya 4? Ayam, seperti burung lainnya, merupakan keturunan dari dinosaurus theropoda. Dalam proses evolusi jutaan tahun, bentuk tubuh mereka beradaptasi agar efisien untuk bertahan hidup. Kaki ayam (dan burung umumnya) memiliki empat jari : tiga menghadap ke depan dan satu ke belakang (disebut hallux ). Ini bukan asal-asalan. Pola ini sangat berguna untuk bertengger di ranting , berjalan di tanah , dan dalam beberapa spesies, mencengkram mangsa atau benda . Jari kelima tidak mereka perlukan, jadi dalam perjalanan evolusi, jari kelima mengecil atau hilang karena tidak memberikan keuntungan bertahan hidup. Dalam evolusi, yang tidak berguna akan menghilang , dan yang berguna akan dipertahankan dan disempurnakan . Kenapa manusia jarinya 5? Kenapa gak 4? Manusia (dan mamalia umumnya) memiliki lima jari karena berasal dari nenek moyang vertebrata berkaki e...

Tentang Seseorang yang Pernah Singgah

 Ada seseorang yang tak sengaja hadir, lalu perlahan menetap di ruang pikirku. Bukan karena perlakuannya yang luar biasa, tapi karena caranya membuatku merasa dimengerti hanya lewat percakapan-percakapan ringan. Aku tidak tahu sejak kapan rasa itu tumbuh. Mungkin saat aku mulai menunggu kehadirannya tanpa sadar. Atau ketika senyumnya membuat hariku terasa lebih ringan. Aku pernah berharap diam-diam, lalu memberanikan diri bicara jujur. Tapi tidak semua kejujuran mendapat sambutan yang sama. Kadang, yang kita kira akan menerima, justru memilih berjalan menjauh—dengan alasan yang tak bisa kita lawan. Aku tahu dia bukan milikku. Tapi hati ini belum sepenuhnya bisa melepaskan. Meskipun aku sedang mencoba... bahkan ketika kenyataan berkata ia telah menemukan tempat yang lain. Lucunya, harapan itu tak benar-benar padam. Ia sesekali muncul, seperti mimpi yang tak tahu diri, menghadirkan bayangan-bayangan yang tak seharusnya tinggal. Tapi aku belajar. Bahwa tidak semua rasa harus diperjuan...

Menolak Tanpa Membenci

Apa yang Salah dengan Diriku? Suatu hari—dan bukan hanya satu kali dalam sepanjang masa—aku memikirkan sesuatu. Ia datang seperti hantu: diam-diam mengikuti, tanpa bisa dicegah kehendaknya. Beberapa kali, aku sampai pada momen di mana pikiran itu muncul lagi. Keinginan untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak. Pikiran yang, menurut kebanyakan orang, buruk. Bahkan menurut diriku sendiri—entah kenapa. Aku bertanya: kenapa aku harus memikirkan hal ini? Apa yang membuat keinginan itu tumbuh di dalam benakku? Apa yang terjadi pada diriku hingga muncul ide semacam itu? Kalau boleh jujur, keinginan itu bukan sekadar ikut-ikutan tren di media sosial yang sering berkata, “pernikahan itu menakutkan.” Bahkan sebelum konten-konten seperti itu bermunculan, benih dari pikiran ini sudah tumbuh dalam diriku. Hanya saja, dulu ia muncul sekilas. Kini, ia kembali—dengan suara yang lebih jelas. Bukan sebagai keputusan yang ingin segera kuambil, tapi sebagai pertanyaan yang menuntut jawaban: Kenapa aku ...

JUMBO

Tulisan ini adalah tulisan yang tidak selesai kutulis pada beberapa hari lalu karena suatu hal dan mungkin akan panjang. Malam ini aku menonton sebuah film animasi berjudul "JUMBO". Entah dorongan dari mana hingga akhirnya aku menonton film di bioskop lagi setelah film  Miracle in Cell No 7 pada tahun 2022 di salah satu bioskop Jogja. Selama beberapa hari terakhir, di beranda akun media sosial milikku berseliweran video tentang Jumbo. Entah cuplikan filmnya, soundtracknya , aktor-akris pengisi suara, orang di belakang layar, komentar dan reaksi orang-orang setelah menontonnya, kutipan kata-kata motivasi atau pesan moral yang di dapat dari film, dan yang lainnya.  Secara objektif, JUMBO adalah film animasi. Namun secara subjektif bagiku, film JUMBO memicu keadaan yang campur aduk. Secara emosi, sejak beberapa menit awal ketika anak bernama "DON" bermain dengan teman-temannya di sebuah lapangan, ia dipanggil "JUMBO" karena badannya yang besar  membuatku mula...

PERNAH

Telah usai... Bagian terbaiknya, aku "pernah". Aku pernah mengaguminya, aku pernah mencintainya, aku pernah menyayanginya, aku pernah berharap menjadi kekasih hatinya, aku pernah berharap bahwa ia akan selalu ada, aku pernah membuka pintu hatiku untuknya, dan aku pernah menaruh rasa kepadanya.  Kini, aku harus melepasnya. Berusaha untuk ikhlas seikhlas-ikhlasnya. Melepas bayang-bayang yang pernah aku harapkan pernah aku gapai suatu saat ini. Oh, mungkin ini jawaban dari doa yang aku panjatkan awal tahun 2025 ini. Oh, mungkin ini yang dimaksud dengan "jangan berharap" dari teman dekatnya. Oh, mungkin ini makna di balik perkataannya "perbaiki person masing-masing dulu aja. Semoga jodoh," darinya. Penolakan secara halus tanpa menyakiti, namun masih memberikan sedikit harapan untuk diriku kepadanya. Aku tidak merasa sakit hati mendengar kabar bahwa ia telah memiliki kekasih. Bukan perasaan marah dan tidak terima, tapi justru perasaan lega bahwa aku mendapatkan...

Review The Beginning of the Sea #2

Selama menonton The Beginning of The Sea, ada hal lain yang aku perhatikan, yaitu interaksi dan privasi antara Tsukioka Natsu dan Momose Yayoi. Meskipun keduanya berkencan, tapi mereka memiliki batasan-batasan antara satu sama lain. Baik Natsu maupun Yayoi, mereka sama-sama memiliki rahasia yang tidak bisa diceritakan ー atau setidaknya belum diceritakan.  Setiap manusia pasti memiliki rahasia. Namanya juga rahasia, pasti tidak diceritakan.  Namun, ada satu waktu di mana rahasia yang selama ini hanya mereka simpan sendiri, harus mereka ceritakan kepada pasangannya. "Oh ternyata keduanya memiliki sesuatu yang mereka sembunyikan," pikirku. Interaksi Natsu dan Yayoi juga terkesan canggung. Apakah karena kepribadian keduanya, yang sama-sama tertutup? Dengan mereka yang kesulitan untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan pikirkan. Mereka juga membutuhkan waktu yang agak lama untuk mengkomunikasikan sesuatu.  Ataukah memang pada umumnya orang Jepang seperti itu? Yang a...

Orang Baru (Review The Beginning of the Sea) #1

Beberapa hari yang lalu, aku menonton cuplikan sebuah drama Jepang yang secara tidak sengaja lewat di beranda media sosialku. Judulnya, The Beginning of the Sea (Umi no Hajimari). Dan malam ini, aku telah selesai menonton semua episodenya termasuk episode spesialnya. Tidak ada komentar panjang lebar dariku. Tapi, yang bisa aku tulis adalah drama itu sangat menyentuh di setiap episodenya.😥 Sebenarnya aku perlu sedikit penyesuaian ketika menontonnya. Alasannya karena dalam 3 pekan ini, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan drama Korea, Dr. Romantic S1, S2, & S3. Drama medis yang membutuhkan gerak cepat dalam segala situasi dan kondisi tentang kesehatan, terutama ketika menyangkut nyawa manusia. Ketika menonton  The Beginning of the Sea , yang seperti itu tidak ditemukan. Karena dalam drama tersebut, tidak ada cerita untuk bersikap gedebak-gedebuk, terburu-buru dalam melakukan sesuatu. Semuanya dilakukan dengan perlahan dan penuh perasaan. Ada pesan dan pelajaran yang...

Tidak Realistis

“Aku memiliki target menikah di atas umur 23 dan di bawah 25 tahun,” pikiranku di usia 19 tahun pada saat itu. Mungkin di waktu itu, adalah sangat realistis jika menginginkannya terjadi beberapa tahun kemudian. Dulu… Dan, sekarang, di umurku yang akan genap 25 tahun pada 5 bulan yang akan datang, merasa bahwa memiliki target untuk menikah di usia tertentu adalah pikiran yang sangat tidak realistis. Kenapa? Karena, menikah bukan hanya tentang diri sendiri, melainkan juga orang lain. Jika biasanya, memiliki target pribadi seperti memiliki pekerjaan tetap dan tabungan yang banyak, menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, mengunjungi tempat-tempat yang indah, dan yang lainnya dapat diusahakan sendiri, maka menikah merupakan persoalan yang lain. Target pribadi yang telah aku sebutkan di atas, peranan usaha dari sendiri untuk mewujudkannya dan takdir Tuhan yang telah ditetapkan adalah seimbang, 50% 50%. Sedangkan untuk menikah, aku tidak tahu persis bagaimana komposisi peranannya, apakah...

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

SIAPA PUN

Sejujurnya, ada hal yang mengusik pikiranku selama 7 bulan terakhir ketika aku membuka akun blogger ini. Selain mengusik, hal itu juga menjadi pertanyaan yang ingin aku temukan jawabannya. Adalah, Bagaimana mungkin orang-orang bisa membaca tulisan-tulisanku? Dari pencarian yang mana, mereka bisa sampai di halaman yang isinya hanya omong kosong? Apakah itu sebuah ketidaksengajaan? Atau mungkin saja, sengaja? Dalam setiap tulisanku selama 7 bulan ini, ada beberapa orang yang melihatnya. Jumlahnya tak banyak, bisa dihitung dengan jari tangan kanan.  Memang, aku ingin menjadi penulis yang terkenal. Tapi, rasanya aneh jika ada orang yang membaca tulisanku. Aku? Merasa tidak percaya diri ketika ada orang yang membacanya. Kebiasaanku yang mungkin "buruk" ketika aku menulis adalah aku tidak bisa membaca kembali apa yang sudah aku tulis. Rasa yang aku berikan ketika aku menulis dengan rasa ketika aku telah selesai menulisnya itu sangat berbeda, menurutku. Ada tulisan yang aku buat ket...

Tentang Ziggy

Ziggy? Siapa Ziggy? Ziggy siapa? Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, seorang penulis Indonesia yang telah menerbitkan banyak buku. Aku menulis Tentang Ziggy sebagai wadah baru untuk menuangkan apa yang ada di dalam otakku setelah membaca beberapa buku karyanya.  Mari kita mulai. Aku telah membaca Di Tanah Lada (2015), Jakarta Sebelum Pagi (2016), White Wedding (2016), dan yang baru saja selesai Semua Ikan Di Langit (2017). Dan keempatnya aku baca di iPusnas. Bagaimana pada mulanya aku bisa membaca novel karangannya? Aku lupa persis kapan. Tapi, berdasarkan ingatanku yang ternyata tidak sekuat yang aku bayangkan, aku mulai mengetahui namanya dari Twitter―sebelum berubah nama menjadi X. Banyak orang yang berkomentar dalam sebuah Tweet tentang buku yang membuat orang yang telah selesai membacanya merasa kosong, dan mereka menulis "Di Tanah Lada" atau "novel karya Ziggy". Di lain itu, pada waktu yang lain, banyak orang yang menyayangkan tentang berita yang menyatakan bah...

Tentang Kata yang Tidak Disukai

Malam yang rumit Malam-malam makin rumit Entah malam atau pikirannya yang rumit Semuanya terasa rumit Banyak kata yang ingin dimuntahkan. Tapi tak ada satu pun kata yang mampu tersusun rapi dalam sebuah kalimat yang penuh motivasi, termasuk untuk diri sendiri. Aku pikir mudah, kenyataannya bukan mudah seperti yang aku kira. Pikiranku terlalu kompleks, hingga tak a da cara yang ma mpu menembusnya untuk menemukan jalan keluar, seperti labirin. Bagaimana cara aku mendobraknya? Bagaimana caranya agar aku bisa mengurai kerumitan yang telah terjalin dan terpilin begitu lama? Sukar. Bahkan aku sering dipusingkan oleh pikiranku sendiri. Aku harus apa? Memiliki banyak ide. Tapi tidak tahu caranya bertindak berdasarkan ide brilian yang telah tersusun. Jika dirasanya terlalu berat, yah paling-paling tidur menjadi cara terbaik. Oh atau, biasanya jika kata-kata telah bertumpuk, mau tak mau aku harus mengeluarkannya, menuliskannya dalam status akun media sosialku­ ̶ biar orang-orang men...

MULTITUGAS

 Aku perlu menuliskan tentang maksud dari judul yang aku tulis untuk cerita yang akan tuangkan kali ini terlebih dahulu. Multitugas (dalam bahasa Inggris disebut dengan multitasking ) menurut KBBI berarti aksi melakukan beberapa tugas dalam waktu  yang bersamaan.  Satu semester aku kuliah di jurusan Psikologi, aku merasa lebih pandai dalam menilai dan memahami diriku sendiri daripada sebelumnya. Terlebih tentang "sesuatu" yang membentuk diriku hingga menjadi sekarang ini. Aku akan bercerita tentang pola aktivitasku ketika masa dewasa yang setelah aku ingat-ingat kembali, telah terbentuk sejak aku kecil. Dan itu "dibiasakan" dan menjadi "kebiasaan" hingga saat ini.  Seperti judul tulisan ini, multitugas. Mungkin orang-orang merasa asing dengan kata multitugas yang bagi diriku juga kata asing yang baru aku ketahui. Tapi, akan kugunakan dalam tulisan ini sebagai kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Aku yang sekarang ini, aku menyadari bahwa ...

PILIHAN, BEBAS ATAU MENGUNTUNGKAN?

Hm....  Tentang sebuah pilihan menurut pandangan filsafat, tulisan populerku sebagai tugas ujian akhir semester mata kuliah Filsafat Ilmu dan Manusia.  Pilihan, Yang Bebas atau Yang Menguntungkan?  Sebuah judul yang dapat dikaitkan dengan dua teori filsafat, eksistensialisme dan pragmatisme. Ketika kita mau membuat sebuah keputusan, berdasarkan apa?  Pertama , teori eksistensialisme , menekankan pada pentingnya kebebasan individu, tanggung jawab pribadi, dan pencarian makna dalam kehidupan . Dalam eksistensialisme, individu dianggap bebas untuk membuat keputusan dan menciptakan makna hidupnya, meskipun dunia ini mungkin tidak memberikan makna yang jelas atau objektif. Filsafat eksistensialisme berfokus pada pengalaman hidup yang nyata, mengakui ketidakpastian dan absurditas hidup, serta memperjuangkan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri. Kedua , teori pragmatisme , pilihan harus didasarkan pada apa yang bekerja secara praktis dan efektif dalam situasi nyata di ...