Langsung ke konten utama

Tidak Realistis

“Aku memiliki target menikah di atas umur 23 dan di bawah 25 tahun,” pikiranku di usia 19 tahun pada saat itu. Mungkin di waktu itu, adalah sangat realistis jika menginginkannya terjadi beberapa tahun kemudian. Dulu…

Dan, sekarang, di umurku yang akan genap 25 tahun pada 5 bulan yang akan datang, merasa bahwa memiliki target untuk menikah di usia tertentu adalah pikiran yang sangat tidak realistis. Kenapa? Karena, menikah bukan hanya tentang diri sendiri, melainkan juga orang lain. Jika biasanya, memiliki target pribadi seperti memiliki pekerjaan tetap dan tabungan yang banyak, menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, mengunjungi tempat-tempat yang indah, dan yang lainnya dapat diusahakan sendiri, maka menikah merupakan persoalan yang lain. Target pribadi yang telah aku sebutkan di atas, peranan usaha dari sendiri untuk mewujudkannya dan takdir Tuhan yang telah ditetapkan adalah seimbang, 50% 50%. Sedangkan untuk menikah, aku tidak tahu persis bagaimana komposisi peranannya, apakah peran usaha lebih besar? Atau takdir Tuhan lebih besar? Atau ada peran lain yang tidak terlihat?

Pemikiranku sekarang muncul dilatarbelakangi oleh cerita sekilas dari salah seorang teman yang telah memiliki calon. Temanku adalah sosok perempuan yang cerdas, aktif, mandiri, memiliki paras yang rupawan, pekerjaan tetap dan pendidikan tinggi. Namun, hubungan asmaranya dengan kekasihnya harus berakhir. Kisah cinta yang berakhir ini bukan karena ketidakcocokan antara keduanya maupun weton yang tidak pas menurut perhitungan Jawa. Ia menyebutkan, hasil dari sholat istikhoroh ibu dari calonnya menunjukkan hasil yang kurang cocok. Dengan berat hati, mereka berdua memutuskan untuk berpisah. Dan temanku telah berjanji dengan dirinya sendiri, jika hubungannya kali ini tidak berlanjut sampai pernikahan, ia akan ziarah ke salah satu makam terkenal di kalangan orang-orang yang ingin segera bertemu dengan jodohnya di Kudus.

Cerita tentang temanku di atas, yang aku maksudkan sebagai peranan yang tidak terlihat. Dan, sejak awal tahun ini, aku sudah mulai untuk mengurangi pikiran tentang targetku untuk menikah di tahun ini. Tentang orang yang aku harapkan menjadi jodohku, aku hanya berdoa agar dimudahkan jalannya untuk bertemu denganku, minimal bisa lewat tol. Tapi kalau gak bisa lewat tol, ya gak papa juga. Yang penting, bisa selamat dunia akhirat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LNFIL

Let's Not Fall In Love ~ BIGBANG Jatuh cinta sejak pertama kali aku mendengarnya, membawa perasaan bahagia dan ringan untuk didengarkan. Tanpa sengaja, video yang berisi lagu tersebut lewat dalam beranda akun media sosialku, lirik beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Namun durasi video tersebut hanya beberapa detik dan hanya bagian reff saja. Dari lagu yang singkat tersebut, rasa penasaranku muncul. Tanpa pikir panjang, aku mencarinya di YouTube. Dan hingga hari ini, mungkin lagu itu telah aku putar puluhan kali di Spotify, YouTube dan YouTube Music. Ada apa dengan lagu Let's Not Fall In Love? Ada apa dengan lagunya atau pada diriku? Mari tidak jatuh cinta, arti dari judul lagu tersebut. Menurut halaman Wikipedia,  Let's Not Fall In Love  bercerita tentang seorang pria yang tidak ingin menjalin hubungan lebih jauh lagi bersama wanitanya.  BIGBANG - 우리 사랑하지 말아요(LET'S NOT FALL IN LOVE) M/V Jangan jatuh cinta 우리 사랑하지 말아요 Masih belum tahu banyak 아직은 잘 모르잖아요 Sebena...

AWARE

Aku tahu apa yang harus kulakukan di tahun ini.  "Mencintai dan menerima diriku sendiri." Kesadaran itu muncul ketika aku melakukan sesuatu yang sangat jarang sekali aku lakukan, mandi pagi. Aku sangat jarang sekali mandi pagi. Aku mandi pagi ketika ada urusan yang mengharuskan aku pergi ke luar rumah. Terdengar jorok dan memang jorok bagi siapa pun yang mendengarnya. Tapi kali ini aku sedang menulisnya, jadi terlihat jorok bagi siapa pun yang membacanya. Tidak masalah.  Biasanya, aku mandi ketika telah memasuki waktu zuhur untuk salat. Kenapa harus mandi siang hari? Karena aku merasa tidak nyaman jika aku salat zuhur dengan keadaan berkeringat. Itu alasanku.  Namun, dalam seminggu ini, aku mulai membiasakan diri untuk mandi pagi setelah aktivitas bersih-bersih rumah. Meskipun belum bisa merutinkannya setiap hari. Beberapa dalam seminggu ini aku memakai lulur. Dan setelah mandi, aku memakai skin care untuk wajahku, deodoran untuk ketiakku, dan body lotion untuk kulit tang...

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...