Langsung ke konten utama

SESAL

Aku membaca sebuah kutipan bagus, "dunia dikuasai kemungkinan. Bukan kepastian."

Benar juga. Dunia itu penuh dengan tanda tanya. Apa yang menurut kita akan terjadi, justru tidak terjadi. Begitu pun sebaliknya, sesuatu yang menurut kita tidak akan pernah terjadi, malah terjadi. 

Dunia tidak dapat dipastikan, namun bisa diprediksi kemungkinan yang akan terjadi. 

Aku sering mengalami hal yang sebelumnya tidak pernah aku pikirkan. Merantau ke Jogja, kuliah di UIN Sunan Kalijaga, dengan mengambil jurusan Ilmu Hadis. Siapa yang bakal mengira? Tujuan awal adalah  menjadi anak teknik, masuk jurusan teknik lingkungan. Eh berujung menjadi anak ushuluddin. Sebelumnya aku tidak pernah terbayangkan sama sekali. Jangankan untuk masuk jurusan yang aku inginkan, bayangan untuk bisa kuliah saja tidak ada. 

Apakah keputusan untuk tidak menikah setelah lulus sekolah adalah keputusan yang tidak akan pernah aku sesali? Hingga detik ini, aku menjawabnya dengan yakin bahwa aku tidak menyesali keputusan itu. Jika aku tidak berani mengambil keputusan itu, mungkin cerita hidupku tidak akan terjalin seperti sekarang.

Kembali ke masa lalu, ketika aku mulai berpacaran dengan seorang lelaki. Apakah aku menyesal telah berpacaran dengannya? Sepertinya iya. Penyesalan pertama karena aku tidak memikirkan baik-baik keputusan tersebut. Terkesan "memanfaatkan yang ada" karena kehadirannya tepat ketika aku sedang patah hati akibat cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dengan mudahnya aku percaya kepada "orang asing" yang baru saja aku kenal dalam hitungan bulan. Awal  yang manis. Namun seiring berjalannya waktu, dia mulai menunjukkan karakter aslinya. Selama berpacaran dengan orang tersebut, hampir sering yang dibahas adalah pernikahan. Dengan segala janji manis yang keluar dari mulutnya, dia ingin menikah denganku setelah aku lulus sekolah. Aku yang sedang di mabuk asmara mengikuti rencananya. Seperti di cuci otak, karena aku terus memercayai apa yang dia katakan.

Menyesal sekarang juga tidak akan pernah mengubah apa yang telah terjadi 7 tahun yang lalu. Kalau aku tidak bertemu dengan orang yang seperti itu, mungkin aku tidak punya kisah yang bisa diceritakan. 

Pelajaran yang aku dapatkan dari kisahku:

  • Jangan langsung percaya dengan orang asing. Ingat, tidak ada yang bisa dipercaya kecuali diri sendiri.
  • Mencintai boleh, goblok jangan. Secukupnya dan sewajarnya. Tidak berlebihan.
  • Komitmen sebelum pernikahan adalah omong kosong.
  • Laki-laki yang bisa dipercaya adalah laki-laki yang menepati janji dan ucapannya.
Mungkin karena aku sudah terlalu lelah menanti pemenuhan janji-janjinya, aku memilih untuk selesai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

MULTITUGAS

 Aku perlu menuliskan tentang maksud dari judul yang aku tulis untuk cerita yang akan tuangkan kali ini terlebih dahulu. Multitugas (dalam bahasa Inggris disebut dengan multitasking ) menurut KBBI berarti aksi melakukan beberapa tugas dalam waktu  yang bersamaan.  Satu semester aku kuliah di jurusan Psikologi, aku merasa lebih pandai dalam menilai dan memahami diriku sendiri daripada sebelumnya. Terlebih tentang "sesuatu" yang membentuk diriku hingga menjadi sekarang ini. Aku akan bercerita tentang pola aktivitasku ketika masa dewasa yang setelah aku ingat-ingat kembali, telah terbentuk sejak aku kecil. Dan itu "dibiasakan" dan menjadi "kebiasaan" hingga saat ini.  Seperti judul tulisan ini, multitugas. Mungkin orang-orang merasa asing dengan kata multitugas yang bagi diriku juga kata asing yang baru aku ketahui. Tapi, akan kugunakan dalam tulisan ini sebagai kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Aku yang sekarang ini, aku menyadari bahwa ...

Hamba Tak Tahu Diri

Engkau bukan Malaikat juga bukan Nabi Engkau bukan Ulama juga bukan wali Engkau adalah hamba yang tak tahu diri Tak punya rasa malu sedikit pun kepada Ilahi Engkau menuntut begitu dan begini Ingin semua harapanmu terjadi Sesuai dengan apa yang kau prediksi Jika punya kehendak sesuatu, doamu cepat sekali Giliran disuruh berbuat ma’ruf, seringnya kau ingkari Sholat sering kau nanti-nanti Lebih mengedepankan urusan duniawi Zakat juga sedekah kau bilang esok hari Menunggu dirimu kaya punya emas berlian tujuh peti Ketika kau diberi limpahan rezeki Kau bilang itu adalah hasil usahamu sendiri Ketika kau diberi kecerdasan yang mumpuni Kau bilang itu adalah hasil dari apa yang kau pelajari Sombongmu tiada henti Kebaikan Tuhan kau dustai Tiada sesuatu pun yang kau sesali Hari berganti hari Penyakit hati semakin menggerogoti Congkak, tamak, pamer, iri juga dengki Dan akhirnya hatimu sudah tak kuat menahan sakit itu lagi Bendera putih telah ber...