Langsung ke konten utama

DRAKOR

Hari ini aku melanjutkan menonton drama Korea yang aku tonton kemarin, The Good Bad Mother. Cerita awalnya seperti tidak asing bagiku. Dan benar saja. Setelah menyelesaikan 9 episode, aku baru menyadari bahwa drama tersebut mirip dengan film yang aku tonton tahun lalu di bioskop bersama kakak kosku. Judulnya, Miracle in Cell no. 7.

Kisah yang hampir sama. Apa persamaannya? Orang lemah selalu kalah dengan orang kuat. Orang miskin selalu kalah dengan orang kaya. Orang biasa selalu kalah dengan orang yang memiliki kuasa. "Orang lemah" selalu dipaksa kalah dan mundur. Mereka hidup dalam ketidakadilan, penindasan, kekejaman, dan ketakutan. 

Status sosial yang berbeda, membuat level kehidupan yang dialami juga berbeda. Mengapa bisa seperti itu? Tidak ada orang lemah yang ingin selalu dianggap lemah. Orang miskin tidak ingin selamanya disebut miskin. Mereka selalu berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 

Tokoh utama dalam film The Good Bad Mother bernama Choi Kang-ho, yang merupakan anak dari Jin Young-soon dan Choi Hae-sik. Ketika Choi Kang-ho masih berada di dalam kandungan, keluarga tersebut mengalami konflik lahan dengan kontraktor yang sedang mengerjakan sebuah proyek. Proyek tersebut mengharuskan rumah dan peternakan babi milik mereka digusur. Namun, mereka bersikeras untuk tetap mempertahankan rumah mereka dan tidak ingin pindah. Kegigihan tersebut, membuat pemilik kontraktor geram. Pada suatu malam, terjadi kebakaran pada peternakan babi keluarga tersebut. Setelah kebakaran, keluarga Choi Hae-sik melapor ke polisi hingga sampai ke pengadilan. Dalam kasus ini, yang menjadi terdakwa adalah Song Woo-byeok, pemilik kontraktor. Hal ini dikarenakan ditemukannya barang bukti berupa sebatang rokok yang berada di lokasi kebakaran. Beberapa hari sebelumnya, Song Woo-byeok  mendatangi rumah Choi Hae-sik dan menawarkan rokok dengan merk tersebut kepada Choi Hae-sik, namun ia menolaknya.

Dalam persidangan, rokok yang ditemukan tidak dapat menjadi barang bukti yang kuat untuk menjadikan Song Woo-byeok sebagai tersangka atas kasus pembakaran peternakan. Ditambah dengan pernyataan saksi yang mengatakan bahwa sambungan listrik di rumah tersebut memang bermasalah. Kasus ditutup dengan membebaskan terdakwa. Jaksa yang menangani kasus tersebut bernama Oh Tae-soo. Choi Hae-sik menemui jaksa Oh Tae-soo agar dia membantunya untuk memenangkan kasus. Setelah bertemu dengan jaksa Oh Tae-soo, Choi Hae-sik pulang. Akan tetapi ketika di tengah jalan, mobilnya dihadang oleh dua mobil dari depan dan belakang. Hingga akhirnya dia dibunuh dan mayatnya ditemukan menggantung di atas sebuah pohon dengan seutas tali. Penyelidikan yang dilakukan oleh polisi mengatakan bahwa Choi Hae-sik bunuh diri. Namun, Jin Young-soon tidak percaya bahwa suaminya memutuskan bunuh diri karena ditemukannya banyak keganjalan yang terjadi dengan mayat suaminya.

Dari awal kisah tersebut, lahirlah cerita selanjutnya.

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

MULTITUGAS

 Aku perlu menuliskan tentang maksud dari judul yang aku tulis untuk cerita yang akan tuangkan kali ini terlebih dahulu. Multitugas (dalam bahasa Inggris disebut dengan multitasking ) menurut KBBI berarti aksi melakukan beberapa tugas dalam waktu  yang bersamaan.  Satu semester aku kuliah di jurusan Psikologi, aku merasa lebih pandai dalam menilai dan memahami diriku sendiri daripada sebelumnya. Terlebih tentang "sesuatu" yang membentuk diriku hingga menjadi sekarang ini. Aku akan bercerita tentang pola aktivitasku ketika masa dewasa yang setelah aku ingat-ingat kembali, telah terbentuk sejak aku kecil. Dan itu "dibiasakan" dan menjadi "kebiasaan" hingga saat ini.  Seperti judul tulisan ini, multitugas. Mungkin orang-orang merasa asing dengan kata multitugas yang bagi diriku juga kata asing yang baru aku ketahui. Tapi, akan kugunakan dalam tulisan ini sebagai kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Aku yang sekarang ini, aku menyadari bahwa ...

Hamba Tak Tahu Diri

Engkau bukan Malaikat juga bukan Nabi Engkau bukan Ulama juga bukan wali Engkau adalah hamba yang tak tahu diri Tak punya rasa malu sedikit pun kepada Ilahi Engkau menuntut begitu dan begini Ingin semua harapanmu terjadi Sesuai dengan apa yang kau prediksi Jika punya kehendak sesuatu, doamu cepat sekali Giliran disuruh berbuat ma’ruf, seringnya kau ingkari Sholat sering kau nanti-nanti Lebih mengedepankan urusan duniawi Zakat juga sedekah kau bilang esok hari Menunggu dirimu kaya punya emas berlian tujuh peti Ketika kau diberi limpahan rezeki Kau bilang itu adalah hasil usahamu sendiri Ketika kau diberi kecerdasan yang mumpuni Kau bilang itu adalah hasil dari apa yang kau pelajari Sombongmu tiada henti Kebaikan Tuhan kau dustai Tiada sesuatu pun yang kau sesali Hari berganti hari Penyakit hati semakin menggerogoti Congkak, tamak, pamer, iri juga dengki Dan akhirnya hatimu sudah tak kuat menahan sakit itu lagi Bendera putih telah ber...