Langsung ke konten utama

Suasana yang Berbeda

Suasana yang berbeda.

Tidak sulit untuk bisa merasakan perbedaan suasana yang terjadi di dalam rumah. Tapi aku tidak bisa menerangkan dengan pasti melalui kata-kata. Apa ini hanya perasaan dan emosiku saja yang berubah kepada kedua orang tuaku? Tangisan yang mengandung amarah telah aku keluarkan. Diriku merasa puas dengan apa yang telah aku ungkapkan berupa unek-unek yang mungkin telah tertahan bertahun-tahun, bahkan belasan tahun. Sebenarnya, aku telah menunggu momen. Sudah sejak lama aku menginginkan terciptanya momen meledaknya bom waktu yang ada dalam diriku. Tapi selalu gagal. Aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukannya. Mungkin bukan hanya ketika bom waktu meledak. Momen beberapa hari sebelumnya juga turut menjadi penyumbangnya.

Sekarang, orang tuaku lebih banyak diam daripada dulu. Tidak banyak berkomentar dengan apa yang aku lakukan. Apa aku sedang mengalami perasaan bersalah kepada orang tuaku, terutama bapakku atas apa yang telah terucap? Aku tidak bisa menangis lagi setelah itu. Emosiku seperti menguap begitu saja tanpa sisa.

Aku pertama kali menjadi anak. Begitu juga, orang tuaku pertama kali menjadi orang tua. Harusnya kita saling memahami “peran” masing-masing. Tapi banyak kesalahpahaman yang terjadi, berlarut-larut tanpa ada penjelasan apa pun. Aku pun tidak sepenuhnya bisa memahami dan mengerti itu. Orang tuaku menuntutku untuk selalu bercerita. Padahal, ketika aku bercerita pun, tidak ada antusias dan respons yang diberikan atas cerita-ceritaku. Lebih sering masuk kuping kanan keluar kuping kiri, alias tidak berarti apa-apa. Mengapa harus ada tuntutan seperti itu? Jika aku tidak pernah diberi tempat yang nyaman untuk bercerita.

Sebenarnya, aku adalah orang yang sangat suka bercerita. Tanpa dipancing pun sebenarnya aku bisa bercerita banyak hal. Aku hanya butuh pendengar yang baik atas cerita-ceritaku. Aku tidak ingin dihakimi pada setiap kata yang aku ucapkan. Aku tidak ingin disalahkan atas hal-hal sepele yang aku lakukan.

Aku tidak bisa memilih aku lahir dari orang tua yang seperti apa. Aku tidak bisa melakukan itu. Tapi aku sebagai anak dapat terbentuk dari lingkungan sekitarku. Aku tidak tahu apa sekarang mentalku baik-baik saja atau kan sudah rusak. Jika diberi kesempatan, aku ingin mendatangi psikolog untuk mendiagnosis apa yang terjadi pada diriku dan kesehatan mentalku. Aku memiliki keinginan untuk mencoba banyak hal. Tapi aku selalu diselimuti perasaan takut akan penilaian orang tuaku. Hingga pada akhirnya, aku gagal sebelum mencobanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

Hamba Tak Tahu Diri

Engkau bukan Malaikat juga bukan Nabi Engkau bukan Ulama juga bukan wali Engkau adalah hamba yang tak tahu diri Tak punya rasa malu sedikit pun kepada Ilahi Engkau menuntut begitu dan begini Ingin semua harapanmu terjadi Sesuai dengan apa yang kau prediksi Jika punya kehendak sesuatu, doamu cepat sekali Giliran disuruh berbuat ma’ruf, seringnya kau ingkari Sholat sering kau nanti-nanti Lebih mengedepankan urusan duniawi Zakat juga sedekah kau bilang esok hari Menunggu dirimu kaya punya emas berlian tujuh peti Ketika kau diberi limpahan rezeki Kau bilang itu adalah hasil usahamu sendiri Ketika kau diberi kecerdasan yang mumpuni Kau bilang itu adalah hasil dari apa yang kau pelajari Sombongmu tiada henti Kebaikan Tuhan kau dustai Tiada sesuatu pun yang kau sesali Hari berganti hari Penyakit hati semakin menggerogoti Congkak, tamak, pamer, iri juga dengki Dan akhirnya hatimu sudah tak kuat menahan sakit itu lagi Bendera putih telah ber...

MULTITUGAS

 Aku perlu menuliskan tentang maksud dari judul yang aku tulis untuk cerita yang akan tuangkan kali ini terlebih dahulu. Multitugas (dalam bahasa Inggris disebut dengan multitasking ) menurut KBBI berarti aksi melakukan beberapa tugas dalam waktu  yang bersamaan.  Satu semester aku kuliah di jurusan Psikologi, aku merasa lebih pandai dalam menilai dan memahami diriku sendiri daripada sebelumnya. Terlebih tentang "sesuatu" yang membentuk diriku hingga menjadi sekarang ini. Aku akan bercerita tentang pola aktivitasku ketika masa dewasa yang setelah aku ingat-ingat kembali, telah terbentuk sejak aku kecil. Dan itu "dibiasakan" dan menjadi "kebiasaan" hingga saat ini.  Seperti judul tulisan ini, multitugas. Mungkin orang-orang merasa asing dengan kata multitugas yang bagi diriku juga kata asing yang baru aku ketahui. Tapi, akan kugunakan dalam tulisan ini sebagai kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Aku yang sekarang ini, aku menyadari bahwa ...