“Perempuan itu cantik sekali...”
Merupakan
salah satu dari sekian banyak ungkapan tentang keindahan yang tertangkap oleh
kedua mata. Kata apa yang kiranya pantas untuk menggambarkan makna ‘cantik’? Kata
yang sering didengung-dengungkan kapan dan dimana saja untuk memuji keindahan paras perempuan. Dalam masyarakat sekarang ini, cantik
sendiri biasanya diidentikkan dengan keelokan wajah perempuan. Ada juga yang
mendefinisikan cantik dengan makna suka bersikap menarik perhatian laki-laki;
genit; centil. Dan penulis cenderung memilih pendapat yang pada umumnya.
Seberapa sering kita mendengar kata cantik? Seberapa sering kita ingin
tampil cantik? Seberapa sering kita ingin dipuji dengan kata cantik? Kenapa
harus tampil cantik di depan dan untuk orang lain? Kenapa cantikmu kamu tunjukkan demi
penilaian orang lain terhadapmu? Mengapa cantikmu harus butuh pengakuan dari
orang lain? Mengapa? Cantik dengan riasan kah? Atau tanpa riasan pun sudah
dapat dikatakan cantik? Cantik itu… relatif. Cantik itu nisbi, bergantung
kepada yang siapa melihat.
Standar kecantikan menurut masing-masing orang pun berbeda. Jika
bertanya kepada seorang yang ahli tentang segala tetek-bengek make-up
dan fashion, mereka akan kompak menjawab bahwa cantik itu ketika wajah
penuh dengan pulasan dan sapuan make
up, ditambah dengan cocoknya busana yang melekat pada tubuh seseorang.
Berbeda dengan seorang fotografer yang gandrung akan keindahan alam yang lebih
condong ke kesan natural, maka ia akan menjawab bahwa cantik itu jika apa yang
ada di dalam diri kita dan apa yang tampak dari luar sesuai dengan apa yang
diinginkan alam. Kulit hitam manis khas orang dari Benua Afrika, kulih putih
bersih khas orang dari daratan Eropa, dan kuning langsat khas orang yang hidup
di kawasan Asia. Cantik yang tidak dibuat-buat, cantik yang sudah melekat sejak
individu itu lahir. Standar kecantikan dalam dunia model pun juga berbeda, yaitu
yang memiliki tubuh tinggi, langsing, ramping, melenggang indah di atas catwalk
dengan kaki jenjangnya saat fashion show, pandai bergaya saat di depan
kamera, dan tentunya menarik setiap pasang mata yang memandangnya.
Make-up tebal dengan berbagai macam warna, berbagai macam merk, berbagai
macam jenis produk, berbagai macam alat yang digunakan, semuanya melekat pada
wajah kita setiap hari. Berapa banyak waktu yang telah kita keluarkan untuk
memasang topeng wajah tersebut? Iya, penulis lebih ingin menyebutnya sebagai
topeng, topeng yang menutupi kecantikan alami dari dalam diri sendiri. “Make-up
diperuntukkan bagi perempuan-perempuan yang beranjak jelek, atau tepatnya
merasa jelek. Bagi mereka itulah patut ada usaha ekstra.” Begitulah kalimat
yang penulis kutip dalam salah satu novel karya Dee Lestari. Penulis sangat setuju
dengan pendapat seorang tokoh di novel tersebut. Sebenarnya sejak lahir,
sebagai perempuan telah melekat pada diri kita tentang apa yang dinamakan
cantik itu sendiri. Dan setiap perempuan dapat menanamkan pada dirinya sendiri,
terutama ketika di depan cermin dengan mengatakan, “saya cantik, saya cantik,
saya cantik.” Mantra yang sangat ampuh untuk meningkatkan kepercayaan diri dan menjamin
diri sendiri tampil cantik tanpa peduli cantik kata orang lain. Cantik yang
hanya mengharapkan pujian dari diri sendiri. Tidak boleh ada yang mengingkari siapapun
itu, bahwa setiap perempuan berhak merasa dirinya itu cantik.
“Diantara semua orang yang mengejeknya aneh dan jelek, hanya satu
yang sanggup berkata lain. Dirinya sendiri. Dan, lihatlah ia kini. Ini bukan
hasil pujian kiri kanan, melainkan usahanya sendiri untuk tahu dirinya cantik.
Tahu tanpa banyak usaha lagi. Semua tumbuh dengan sendirinya.” Lanjut sang
tokoh yang bernama Diva, yang dulu tubuh tingginya seceking kelingking,
badannya yang ketika remaja sudah membentuk kurva-kurva ketika tubuh teman-temannya masih kotak,
rambut yang lurus dan membosankan, wajah tirusnya yang seperti orang kelaparan,
dan kakinya yang terlalu panjang.
Tidak usah khawatir dengan ejekan orang-orang yang ada di sekitar
tentang dirimu, tentang penampilanmu. Tak hanya satu dua orang, mungkin banyak
orang berkata bahwa kamu jelek, kamu buruk rupa, dan sebagainya. Tapi
percayalah, hinaan dan cacian itu akan pergi dengan sendirinya seiring kamu
mengacuhkan dan menganggapnya angin lalu. Masa bodoh dengan perkataan orang
yang menjatuhkan. Saya tetap cantik kata diriku sendiri.
Terkadang menjadi dewasa itu membosankan. Iya sangat membosankan.
Ada saat-saat dimana diri sendiri ingin kembai ke zaman kanak-kanak yang tidak
mempunyai beban hidup, yang riang gembira bermain, yang masih terlalu polos
untuk mengenal apa itu dunia. Dan menjadi dewasa itu sangat melelahkan jika
kita terlalu sibuk memikirkan penilaian orang terhadap kita, terlalu menganggap
berlebihan apa yang dipikirkan orang lain tentang kita. Padahal sebenarnya
mereka itu belum tentu peduli dengan kita. Pesan khusus dari penulis, tetaplah
menjadi cantik dengan apa adanya dirimu. Dirimu sendirilah yang memegang kunci
penting tentang cantik atau tidaknya dirimu.
Sekian…
Komentar
Posting Komentar