Kau bertanya kepadaku tentang bagaimana caranya melupakan.
Kau bertanya kepadaku, apakah ada sebuah doa penghapus ingatan?
Kau bertanya kepadaku tentang salah, dosa dan mencintai seseorang.
Kau bertanya kepadaku tentang ketidaktenangan hati.
Kau bertanya kepadaku...
Tentang Cinta, Mencintai dan Percintaan.
Kau salah jika konsep cintamu adalah melupakan. Akan menjadi salah pula jika konsep cintamu adalah meminta. Apalagi jika konsep cintamu adalah keinginan dan obsesi.
Mas.. Cinta itu perasaan yang indah.
Bahkan dalam sakitnya merindu masih banyak yang ingin mempertahankan.
Bahkan dalam perihnya cemburu masih banyak yang ingin memperbaiki.
Bahkan dalam laranya perpisahan pun masih banyak yang enggan memberangus kenangan.
Lalu kenapa kau harus melupakan cinta jika kau diperbolehkan menikmati kenangan? Lagipula, kau tak pernah mengutarakannya. Kau hanya mencintainya seperti air pada tanah yang cukup meresap ke dalam! Nikmati saja, saranku. Tak perlu melawan dan ingin melupakan. Apalagi merapalkan wirid dan mantra-mantra pelenyap ingatan.
Mas... Dalam kamus percintaan tak dikenal kosakata salah dan dosa.
Bukankah cinta itu suatu hakikat? Bukan sebuah syahwat (keinginan) dan obsesi belaka? Lalu apalah salah cinta? Mungkin ada yang salah pada dirimu jika kau masih menganggap ada yang salah pada cintamu.
Cinta tidak pernah salah. Karena kamu bisa memilih bagaimana cara menyampaikan cinta itu.
Kau tak perlu mengutarakan cinta, jika belum kau enyam hampanya hidup.
Kau tak perlu mengutarakan cinta, jika bibirmu berhenti mengucap namanya.
Apakah cintamu sudah seperti itu? Ataukah masih sebuah keinginan memiliki paras, sifat, tindakan, atau ucapan? Hal ini berlaku untuk siapapun yang kau cintai. Sekali lagi Cinta tak pernah salah. Dan andaipun kau mengutarakannya, kau tidak boleh memaksakan kehendak pada yang kau cintai dan berobsesi terhadap apapun.
Yang menjadi celaka dalam mencintai adalah saat kau memiliki obsesi. Ya. Itulah salah satu celaka terbesarnya!
Kau boleh mencintainya seperti kata Sapardi Djoko Damono dalam puisinya.
"Aku mencintaimu dengan sederhana, seperti... Dst."
Tentang ketidaktenangan hati, mungkin karena kau memiliki keinginan-keinginan yang ingin kau penuhi.
Mungkin sebuah pesan yang ingin terbalas.
Mungkin sebuah kata cinta, sayang, suka dan rindu yang ingin terucap.
Dan mungkin-mungkin yang lain yang masih berkisar dalam kata 'ingin'.
Saranku saat kau mencintai seseorang; berfikir, bersikap dan berujarlah demi kebaikannya.
Bukankah cinta itu tentang pemberian dan bukan permintaan? Lalu apakah kau merasa kurang jika kau lah penyebab segala kebaikannya???
Duhai...
Aku tak pernah melihat hal seindah saat seseorang mencintai dalam diam, lalu tetap setia dalam diamnya. Namun dalam diamnya ia berfikir, bersikap, bertutur demi kebaikan seseorang yang ia cintai hingga kemudian orang yang ia cintai sadar bahwa orang yang selalu menginginkan kebaikan terhadap dirinya lah yang sebenarnya mencintainya dengan tulus.
Dan aku juga tak pernah melihat hal yang begitu mengenaskan kecuali seorang pecinta yang tenggelam dalam obsesinya dan kemudian gagal. Lalu mengutuk semua hal tentang dirinya, cintanya dan orang yang dicintainya.
Saranku lagi: sembunyikanlah ucapan cintamu jika mungkin ketika kau lafalkan justru akan menambah rindumu dan mengganggu pikirannya. Sembunyikanlah perasaan cintamu jika mungkin kau merasa itu bukan seharusnya. Dan begitulah cinta.
Bukan melupakan yang seharusnya kau tanyakan. Bagaimana para pecinta itu melupakan seseorang yang ia kasihi? Sedang nama kekasihnya terpahat pada dinding hatinya? Apalagi tentang doa penghapus ingatan... Jauh lah bumi daripada langit.
Bukan kesalahan dan dosa dalam mencintai yang seharusnya kau tanyakan. Bagaimana cinta bisa salah? Bahkan dengan cinta Allah pada Muhammad-Nya, kita mendapat kemurahan berupa syafa'at? Sikap seorang pecinta lah yg mungkin bisa salah...
Menerima dan menikmati cinta serta tetap berada pada jalur yang semestinya (batasan syari'at) akan membuatmu mengerti apa yang seharusnya kau lakukan dan apa yang seharusnya kau tinggalkan. Juga tentang kebenaran cintamu sendiri. Catat paragraf terakhirku ini. (In syaa Allah) Kau akan mendapati kebenarannya.
Alaa kulli haal, ini opiniku tentang permasalahan yang Anda tanyakan. Bukan teori bukan pula hukum. Hanya sebatas apa yang aku ketahui.
Pati, 17 Juli 2016.
Komentar
Posting Komentar