Langsung ke konten utama

CERITA

Lama sekali aku tidak menulis. Rasa-rasanya, banyak cerita yang dapat aku tuangkan setiap hari dalam sebuah tulisan. Tapi ternyata itu hanya cerita yang tersimpan dalam pikiranku dan tidak pernah aku luapkan. Dari banyaknya faktor yang menyebabkannya, rasa "malas" tetap menjadi yang utama. Aku tidak bisa berkata bahwa aku memiliki kesibukan yang menyita waktuku. Selama ini kesibukanku masih dalam batas rendah. Bukan kesibukan repetitif yang berulang setiap harinya hingga menguras energi yang ada di dalam diriku.

Mari kita lanjutkan cerita yang sering tertunda. 

Tokoh utama yang ada di dalam ceritaku masih tetap aku. Bukan orang lain. Hari ini, hari ke-6 aku menjadi seorang guru Raudhatul Athfal. Entah secara resmi atau tidak aku diterima sebagai guru, aku merasa baik-baik saja, untuk sementara ini. Itu tidak terlalu penting. Sedari awal aku memutuskan, tanpa ada kalimat terucap kepada orang lain bahwa "aku ingin menjadi guru". Kalimat itu hanya ada dalam diri, hati dan pikiranku. Apakah ini adalah sebuah jawaban atas doaku yang lalu tentang jalan karier mana yang harus aku tempuh? Aku berpikiran memang benar ini jawabannya. Aku tidak merasa berat untuk memulai langkah pertamaku. Sejauh ini aku menikmatinya. Meyakinkan diri sendiri, "oh, mungkin ini memang jalannya. Tidak harus bersusah payah untuk langsung berlari kencang. Langkah perlahan tidak akan membuatku merasakan sakit yang tiba-tiba."

Diriku adalah orang yang Desember lalu masih menulis ketidaksiapan diriku menjadi seorang guru dan bersikeras untuk tidak mau menjadi guru. Bukan hidup namanya kalau tidak penuh dengan kejutan. Tiga bulan kemudian, siapa yang dapat menebaknya? Yang aneh adalah... Sejak beberapa tahun yang lalu aku telah "berteriak kencang" bahwa aku tidak ingin menjadi guru. Tapi pada akhirnya?

Memang, aku tidak memiliki keinginan untuk menjadi guru. Tapi jika ditanya impianku, aku dengan mantap akan menjawab bahwa aku ingin menjadi seorang psikolog anak. Aku tidak tahu dorongan dari mana yang menjadikan diriku memiliki impian seperti itu. Alasan sederhananya karena dunia anak-anak itu unik dan penuh dengan kebahagiaan, jadi aku ingin belajar memahaminya. Ingin menjadi psikolog anak tapi tidak ingin menjadi guru. Sejujurnya pada diriku sendiri, itu adalah impianku yang terpendam, yang belum bisa aku wujudkan. Entah bisa terwujud atau tidak, tapi Tuhan memiliki caranya tersendiri untuk membuatku tetap belajar tentang dunia anak-anak. 

Seperti yang pernah aku katakan kepada diriku sendiri 3 tahun lalu ketika aku menulis skripsi, "gak masalah aku tidak kuliah psikologi, tapi setidaknya aku belajar tentang psikologi." Ya, melalui skripsiku aku membaca banyak buku tentang psikologi selama hampir 1,5 tahun. Psikologi sosial, psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi abnormal. Mungkin sama dengan hal tersebut, aku tetap bisa belajar ilmu psikologi tentang anak-anak. Membahagiakan sekali...😄😄😄

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

Tentang Ziggy

Ziggy? Siapa Ziggy? Ziggy siapa? Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, seorang penulis Indonesia yang telah menerbitkan banyak buku. Aku menulis Tentang Ziggy sebagai wadah baru untuk menuangkan apa yang ada di dalam otakku setelah membaca beberapa buku karyanya.  Mari kita mulai. Aku telah membaca Di Tanah Lada (2015), Jakarta Sebelum Pagi (2016), White Wedding (2016), dan yang baru saja selesai Semua Ikan Di Langit (2017). Dan keempatnya aku baca di iPusnas. Bagaimana pada mulanya aku bisa membaca novel karangannya? Aku lupa persis kapan. Tapi, berdasarkan ingatanku yang ternyata tidak sekuat yang aku bayangkan, aku mulai mengetahui namanya dari Twitter―sebelum berubah nama menjadi X. Banyak orang yang berkomentar dalam sebuah Tweet tentang buku yang membuat orang yang telah selesai membacanya merasa kosong, dan mereka menulis "Di Tanah Lada" atau "novel karya Ziggy". Di lain itu, pada waktu yang lain, banyak orang yang menyayangkan tentang berita yang menyatakan bah...

SIAPA PUN

Sejujurnya, ada hal yang mengusik pikiranku selama 7 bulan terakhir ketika aku membuka akun blogger ini. Selain mengusik, hal itu juga menjadi pertanyaan yang ingin aku temukan jawabannya. Adalah, Bagaimana mungkin orang-orang bisa membaca tulisan-tulisanku? Dari pencarian yang mana, mereka bisa sampai di halaman yang isinya hanya omong kosong? Apakah itu sebuah ketidaksengajaan? Atau mungkin saja, sengaja? Dalam setiap tulisanku selama 7 bulan ini, ada beberapa orang yang melihatnya. Jumlahnya tak banyak, bisa dihitung dengan jari tangan kanan.  Memang, aku ingin menjadi penulis yang terkenal. Tapi, rasanya aneh jika ada orang yang membaca tulisanku. Aku? Merasa tidak percaya diri ketika ada orang yang membacanya. Kebiasaanku yang mungkin "buruk" ketika aku menulis adalah aku tidak bisa membaca kembali apa yang sudah aku tulis. Rasa yang aku berikan ketika aku menulis dengan rasa ketika aku telah selesai menulisnya itu sangat berbeda, menurutku. Ada tulisan yang aku buat ket...