Hanya beberapa kertas kecil. Isinya pun bermacam-macam, ketidakjelasan. Penuh, penuh dengan kekacauan tanpa keteraturan. Dua warna, merah muda dan kuning. Entah apa yang mendasariku memilih dua warna itu diantara warna-warna yang lain. Suka? Tidak juga. Mungkin dua warna itu yang menurutku cukup menarik. Menarik diriku untuk melihatnya. Bukan hanya dari kejauhan, tapi juga menuntunku untuk datang mendekat. Menggerakkan hatiku untuk memilihnya. Mengambilnya sebagai sebuah pilihan dan membelinya sebagai sebuah keputusan.
Disinilah ia mereka berada. Tertempel di sebuah tembok putih yang mulai memudar keputihannya. Terlihat kusam lebih tepatnya. Mungkin karena sudah bertahun-tahun lamanya. Apapun dapat melekat padanya. Debu yang paling utama. Yang lain ya kertas-kertas itu, dengan sengaja ditempel dengan atau tanpa maksud khusus. Yang pada awalnya berasal dari satu kesatuan, sekarang hanya sebagai sebuah lembaran, sendirian. Orang -orang menyebutnya dengan berbagai nama; kertas memo, kertas tempel, memo stick, sticky note, memo tempel dan juga post-it.
Diantara banyak nama diatas, sebut saja ia Keme alias kertas memo. Keme sangat berguna bagi manusia. Karena manusia bisa menulis apapun di Keme. Bisa saja hanya coretan tak bermakna efek kegabutan, bisa juga hanya sebuah curhatan akibat kegalauan hidup. Lebih jauh lagi, Keme berisi tulisan yang menjadi sebuah pengingat. Di era gempuran berbagai macam aplikasi di gawai yang fungsinya sebagai pengingat, Keme tetap eksis. Keme menempati tempat spesial tersendiri di hidup manusia. Namun, di akhir hidupnya hanya ada 2 pilihan, disimpan sebagai kenang-kenangan atau dibuang setelah tugasnya selesai ia laksanakan. Menyedihkan...
Komentar
Posting Komentar