Langsung ke konten utama

Malamku Sendu

 Malam ini aku sedang bersedih…


Aht…. Rasanya begitu menyesakkan dada. Tangisku tanpa suara. Sakitku tanpa luka. Emosi menguasai. Rasa egois untuk memiliki sepenuhnya hadir kembali.

Aku marah..

Aku lelah...

Dan aku ingin menyerah…



Kamu sudah sering mendengarkan cerita-ceritaku. Dan mungkin kamu juga sudah bosan membacanya. 

Tapi kalau bukan kepadamu aku bercerita, menumpahkan keluh kesahku, lantas kepada siapa lagi aku harus bercerita? Orang-orang di sekitarku sekarang tidak bisa sepenuhnya mengertiku sama seperti kamu mengertiku…

Kumohon… Jangan pernah jenuh dengan diriku dan ocehanku...


Aku capek. Rasanya hidupku hampa tanpa arah tujuan yang jelas.


Dan tiba-tiba terdengar sebuah lagu…


Tetes air mata basahi pipiku

Di saat kita kan berpisah

Terucapkan janji padamu kasihku

Takkan kulupakan dirimu

Begitu beratnya kau lepas diriku

Sebut namaku jika kau rindukan aku

Aku akan datang

Mungkinkan kita kan selalu bersama

Walau terbentang jarak antara kita

Biarkan kupeluk erat bayangmu

Tuk melepaskan semua kerinduanku oh

Lambaian tanganmu iringi langkahku

Terbersit tanya di hatiku

Akankah dirimu kan tetap milikku

Saat kembali di pelukanku

Begitu beratnya kau lepas diriku

Sebut namaku jika kau rindukan aku

Aku akan datang

Mungkinkan (mungkinkah)

Kita kan selalu bersama

Walau terbentang jarak antara kita

Biarkan (biarkan)

Kupeluk erat bayangmu

Tuk melepaskan semua kerinduanku

Kau kusayang

Selalu kujaga

Takkan kulepas selamanya

Hilangkanlah

Keraguanmu pada diriku

Di saat kujauh darimu



Seakan-akan YouTube Music dapat membaca perasaanku saat ini.


Mungkinkah, kita, aku dan dia selalu bersama? Mungkinkah??? 


Jarak sudah terlalu banyak menimbulkan kesalahpahaman.

Jarak sudah terlalu banyak memunculkan kepedihan.


Mau sampai kapan harus seperti ini?


"Salah gak sih, kalau misal aku pengen kamu mengungkapkan perasaan cintamu ke aku?

Salah gak sih, kalau misal aku pengen kamu ngomong cinta/sayang ke aku?

Salah gak sih?" tanyaku padanya.

Dan jawabnya hanya, "Gak salah."

"Oh gitu ya... Ya udah." Jawabku singkat.


Jawaban "ya udah"-ku bukan berarti topik pembicaraannya telah usai. Tidak semudah itu. Makna sesungguhnya dalam kata itu, aku sedang bertarung dengan diriku sendiri. Berhadapan dengan rasa egoisku untuk mendapatkan sedikit waktumu, mendapatkan ucapan cinta darimu dan juga mendapatkan perhatian darimu. Ya udah-ku memang sudah cukup sudah. Sudah cukup untuk tidak terlalu banyak berharap lebih dan lebih darimu.


"Iya,entah knapa aku gk suka aja ngmong ngno

Gk pngen ae dianggep ngmong bloko

Luweh seneng nk iso buktikke ae nk wes siap

Nk cuman ngmong seneng,cinta,sayang kui yo iso buktikke ne sng angel."


I see…


Sesungguhnya aku tidak peduli dengan kata-kata seperti itu. Karena sedari kecil aku sudah terbiasa tumbuh dengan tanpa kata cinta, sayang, maaf, terima kasih, dll dari orang tuaku.


Aku tahu dirimu bukan tipe seseorang yang gampang mengucapkan kata-kata seperti apa yang aku mau. Aku memahami dirimu yang seperti itu. Aku mencoba memahami dirimu dengan sifat, sikap dan karaktermu yang ada dalam dirimu.


Tapi aku juga ingin, sekali saja… itu sudah lebih dari cukup bagiku.



Lelah hati yang tak kau lihat

Andai saja dapat kau rasakan

Letihnya jiwaku kar'na sifatmu

Indah cinta yang kau berikan

Kini tiada lagi kudapatkan

Teduhnya jiwa

Baiknya ku pergi

Tinggalkan dirimu sejauh mungkin

Untuk melupakan

Oh-oh

Indah cinta yang kau berikan

Kini tiada lagi kudapatkan

Teduhnya jiwa

Baiknya ku pergi

Tinggalkan dirimu sejauh mungkin

Untuk melupakan

Dirimu yang s'lalu tak pedulikanku

Yang mencintaimu

Yang menyayangimu

Bila saat nanti aku jauh

Kuharap kau mengerti

Kuharap kau sadari

Baiknya ku pergi

Tinggalkan dirimu sejauh mungkin

Untuk melupakan

Dirimu yang s'lalu tak pedulikanku

Yang mencintaimu, oh

Yang menyayangimu, ho-wo-oh

Oh-oh




Berkali-kali aku sudah berusaha untuk mengatakan apa yang menjadi inginku. Yang kudapat? Tanpa respon…~~


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Itu...

Lagu itu... Adalah sebuah lagu yang mengingatkanku akan dirinya. Lagu yang pernah ia bilang sebagai "musik pertama" yang membuatnya "penasaran". Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku padanya sekarang. Dalam doaku terakhir kali, aku meminta jika ia bukan jodohku, semoga Tuhan menghapuskan segalanya tentang dia. Apa pun; perasaan, pikiran, serta kenangan yang pernah aku lalui bersama. Dan sekarang, orang itu masih memiliki sedikit tempat di hidupku. Entah bakal bertahan berapa lama, aku pun tak bisa menjawabnya.  Sampai Jadi Debu-Banda Neira . Kembali, tentang lagu. Karena orang tersebut, aku ikut mendengarkannya. Bukan karena aku suka, tapi orang yang aku suka menyukai lagu itu, aku jadi ikut suka. Setiap aku mendengarkan musik dalam mode santai, wajib bagi diriku untuk memutarnya. Dengan diiringi keheningan malam, setiap mendengar lagunya, menikmati alunan musiknya, mencoba memahami makna dalam setiap liriknya, pikiranku tertuju pada bayang-bayang yang tid...

Hamba Tak Tahu Diri

Engkau bukan Malaikat juga bukan Nabi Engkau bukan Ulama juga bukan wali Engkau adalah hamba yang tak tahu diri Tak punya rasa malu sedikit pun kepada Ilahi Engkau menuntut begitu dan begini Ingin semua harapanmu terjadi Sesuai dengan apa yang kau prediksi Jika punya kehendak sesuatu, doamu cepat sekali Giliran disuruh berbuat ma’ruf, seringnya kau ingkari Sholat sering kau nanti-nanti Lebih mengedepankan urusan duniawi Zakat juga sedekah kau bilang esok hari Menunggu dirimu kaya punya emas berlian tujuh peti Ketika kau diberi limpahan rezeki Kau bilang itu adalah hasil usahamu sendiri Ketika kau diberi kecerdasan yang mumpuni Kau bilang itu adalah hasil dari apa yang kau pelajari Sombongmu tiada henti Kebaikan Tuhan kau dustai Tiada sesuatu pun yang kau sesali Hari berganti hari Penyakit hati semakin menggerogoti Congkak, tamak, pamer, iri juga dengki Dan akhirnya hatimu sudah tak kuat menahan sakit itu lagi Bendera putih telah ber...

Tentang Ziggy

Ziggy? Siapa Ziggy? Ziggy siapa? Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, seorang penulis Indonesia yang telah menerbitkan banyak buku. Aku menulis Tentang Ziggy sebagai wadah baru untuk menuangkan apa yang ada di dalam otakku setelah membaca beberapa buku karyanya.  Mari kita mulai. Aku telah membaca Di Tanah Lada (2015), Jakarta Sebelum Pagi (2016), White Wedding (2016), dan yang baru saja selesai Semua Ikan Di Langit (2017). Dan keempatnya aku baca di iPusnas. Bagaimana pada mulanya aku bisa membaca novel karangannya? Aku lupa persis kapan. Tapi, berdasarkan ingatanku yang ternyata tidak sekuat yang aku bayangkan, aku mulai mengetahui namanya dari Twitter―sebelum berubah nama menjadi X. Banyak orang yang berkomentar dalam sebuah Tweet tentang buku yang membuat orang yang telah selesai membacanya merasa kosong, dan mereka menulis "Di Tanah Lada" atau "novel karya Ziggy". Di lain itu, pada waktu yang lain, banyak orang yang menyayangkan tentang berita yang menyatakan bah...