Happy fully developed prefrontal cortex, begitulah aku menyebut hari ini, hari di mana prefrontal cortex (PFC) telah berkembang secara sempurna daripada dengan gamblang menyebut ulang tahun yang ke dua puluh lima.
Menjalani kehidupan seperempat abad, apakah memang ini jalanku?
Aku membaca surat yang aku tulis pada hari ulang tahunku 2019 untuk diriku sendiri di tahun 2025. Sebelum membacanya, ada perasaan tidak nyaman dan merasa sedikit bersalah karena aku tidak dapat memenuhi harapan yang aku tuliskan pada umur sembilan belas tahun.
Namun, setelah aku membacanya, perasaan itu berubah menjadi perasaan yang menggelikan. Aku merasa geli ketika aku membaca rangkaian kata-kata yang aku susun. Sangat sangat sangat buruk. Tentunya, dipenuhi oleh ekspektasi yang sangat tinggi, setinggi khayalan yang tidak akan tergapai.
Dalam tulisan tersebut, aku bermimpi banyak hal. Dengan pikiran idealis yang terlalu sulit untuk diwujudkan. Sekarang, aku ingin membedahnya satu per satu biar aku, sang penulis, dapat membuat penilaian terhadap mimpi-mimpiku sendiri dengan perbandingan kenyataan yang aku hadapi sekarang. Aku anggap tulisan ini sebagai refleksi terhadap diri sendiri.
Mari kita mulai,
- S2 di Jepang. Kenapa harus Jepang? Untuk aku saat ini, aku masih memiliki dan menyimpan keinginan untuk itu. Belajar terus, terus, dan terus. Entah kapan akan terwujud, tapi aku masih berharap agar suatu saat nanti memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Jepang.
- Mendapatkan gelar Prof. atau Dr. dari PTN TOP di Indonesia; UGM, UI, dan ITB. Aku rasa, itu mimpi yang sangat tidak masuk akal jika harus dicapai di usia 25 tahun. Pernah suatu masa, aku membayangkan diriku menyandang gelar Prof. dan Dr. dan kemudian aku bertanya, mungkinkah? Mungkin, sangat mungkin. Tapi belum untuk sekarang. Aku yang di 2019 mungkin pernah membayangkan aku kuliah S1 lagi di Psikologi. Itu hanya bayangan. Dan di tahun 2025, itu menjadi kenyataan. Jika diberi kesempatan, minimal aku harus mendapatkan gelar Dr.
- Bertemu dengan sosok seorang akademisi dan juga ulama, Gus Nadirsyah Hosen. Dahulu, aku mengidolakannya karena membaca tulisan-tulisan beliau dari bukunya yang tidak sengaja aku beli. Aku kagum dengan cara beliau menanggapi sesuatu dengan menyampaikan pendapatnya yang berbobot dengan bahasa yang dapat dipahami orang awam, luwes, fleksibel, dan tidak kaku. Aku belum pernah bertemu dengannya. Sudah lama sekali aku tidak mengikuti akun media sosialnya dan membaca tulisan-tulisannya. Meskipun begitu, perasaan kagum itu masih ada. "Semoga bisa selalu dekat dengan para ahli ilmu." Aku mengaminkannya dengan suara paling keras dari dalam diriku.
- Pekerjaan yang didapatkan sebagai sarjana ilmu hadis. Apakah aku yang dulu pernah membayangkan, jika aku yang sekarang menjadi seorang guru Raudhatul Athfal? Aku bisa menebak, bahwa bayangan itu tidak pernah terlintas sama sekali. Karena, aku yang dulu tidak pernah memiliki keinginan untuk menjadi guru. Sudah sejak lama aku menolak dengan keras bahwa diriku ini tidak mau menjadi guru. Tapi ternyata, aku kalah dengan takdirku. Begitulah aku menyebutnya.
- Menjadi pengusaha. Dalam tulisanku, aku tidak menuliskan secara spesifik usaha yang aku jalankan. Justru aku bertanya, "udah punya usaha apa?". Hingga detik ini, aku masih belum bisa menjawabnya. Aku memang ingin memiliki usaha. Tapi, diri ini belum memikirkannya terlalu jauh. Apakah sebentar lagi aku akan memikirkan dan mewujudkannya? Semoga semesta merestuinya.
- Perpustakaan pribadi. Masih dalam proses. Bukan, bukan proses membangun ruangannya yang aku maksud. Aku sedang mencicil membeli buku yang nantinya akan aku susuk di rak perpustakaan pribadiku.
- Menjadi penulis. Aku pikir, aku telah menjadi penulis untuk cerita hidupku sendiri. Aku telah menulis hampir 200 tulisan di Blogger ini. Aku juga memiliki satu buku dengan aku yang menjadi salah satu penulisnya (baca: buku yang disusun bersama-sama). Aku juga telah menerbitkan beberapa artikel di web dan jurnal. Aku akan terus menjadi penulis... Sampai kapan pun nanti.
- Mendapatkan medali dan penghargaan. Sejauh ini sih, belum. Jangankan untuk mendapatkan medali, untuk naik panggung saja rasanya sudah gemetar duluan. Secara jelas, aku menulis tentangan keinginan untuk mendapatkan medali dan penghargaan dari pencak silat. Namun, masa itu telah terlewat dan aku telah melupakan beberapa jurus yang dahulu aku kuasai. Yang aku ingat dan masih bisa aku praktikkan adalah jurus pukulanku. Harapan di masa depan nanti, minimal aku harus mendapatkan satu medali dan penghargaan. Entah dalam bidang apa dan bagaimana caranya, itu bakal terwujud nanti. Atau setidaknya aku mendapatkan sertifikat karena menjadi narasumber dalam suatu acara. Aku menantikan hari itu bakal terjadi.
- Menikah dan memiliki anak, membangun rumah tangga bersama seseorang. Setelah membaca tulisanku pada saat usiaku 19 tahun, aku menyadari tentang pemikiranku pada umur tersebut, terutama terkait pernikahan. Tidak mengherankan jika aku yang 19 tahun memiliki keinginan untuk menikah di atas umur 23 di bawah 25 tahun. Terlalu jauh, kurasa. Aku yang sekarang masih belum memikirkan untuk dekat dengan lelaki lagi. Apalagi untuk menikah. Daripada aku disibukkan dengan memikirkan seorang laki-laki, aku lebih menyukai untuk mengenal diriku sendiri lebih dalam, siapa aku. Nama seseorang yang aku tuliskan di surat tersebut adalah masa lalu, orang yang telah mengisi kenangan dengan diriku selama 5 tahun. Dan sekali lagi, itu kenangan masa lalu yang untukku hari ini, tidak ingin aku mengulangnya lagi. Cukup sekian.
- Penguasaan bahasa Inggris. "Bahasa Inggris udah lancar? Apa masih belepotan?" Aku dengan yakin menjawab bahwa bahasa Inggrisku masih dalam proses belajar. Aku menyebut diriku "Anak Duolingo" karena diriku masih setia menggunakan aplikasi belajar bahasa itu sejak 4 tahun yang lalu. Meskipun aku menyadari bahwa belajar lewat aplikasi tersebut hanya meningkatkan sedikit kemampuanku berbahasa Inggris, tapi aku masih setia menggunakannya. Dari banyaknya aplikasi belajar bahasa yang aku unduh, hanya Duolingo yang setiap hari aku buka. Entah kapan aku bakal menjadi orang yang fasih dan mempraktikkan bahasa Inggrisku dengan baik dan benar. Siapa tahu, beberapa tahun ke depan, aku bakal melakukan perjalanan ke luar negeri. Menulis jurnal berbahasa Inggris? Sinta 1? Scopus?
- Lulus kuliah cumlaude. Untuk yang satu ini, aku telah membuktikannya, lulus predikat cumlaude dengan IPK 3,81. Sebuah kebanggaan sendiri untuk diriku dengan nilai ujian skripsi A. Untuk yang selanjutnya, aku akan membuktikannya kembali.
Komentar
Posting Komentar